jumlah pengunjung blog

jumlah pengunjung blog

google translet

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Laman

Jumat, 11 Maret 2011

Askep BPH

Diposting oleh Amel_Lia

BAB I
PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang
Kelenjar prostate pada laki-laki letaknya berada di belakang sphincter penutup uretra. Prostate mengsekresikan cairannya ke dalam uretra pada saat ejakulasi, cairan prostate ini memberikan makanan kepada sperma.
Umumnya Benigna Prostat Hiperlasi (BPH) terjadi setelah usia pertengahan karena kenyataannya banyak sekali penyebab dari (PBH).
BPH sendiri adalah pembesaran atau hiperterapi prostate. Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien BPH antara lain : terjadinya retensi urine, kurangnya atau lemahnya pancaran kencing, frekuensi kencing bertambah terutama malam hari dan terasa panas, nyeri saat miksi.
 
1.2  Tujuan
1.2.1        Tujuan umum
Menambah pengetahuan dan informasi tentang asuhan keperawatan pada kasus Benigna Prostat Hiperlasi (BPH). 
1.2.2        Tujuan khusus
1.         Mengetahui tentang definisi, etiologi, anatomi fisiologi, Patofisiologi dari Benigna Prostat Hiperlasi (BPH)
2.         Mengetahui tanda dan gejala diagnosa banding, komplikasi, penatalaksanaan dari Benigna Prostat Hiperlasi (BPH)
3.         Mengetahui pemeriksaan penunjang, asuhan keperawatan dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan dari Benigna Prostat Hiperlasi (BPH).


1.3  Rumusan Masalah
1.      Definisi BPH ?
2.      Etiologi BPH ?
3.      Anatomi dan fisiologi BPH ?
4.      Patofisiologi BPH ?
5.      Tanda dan gejala BPH ?
6.      Diagnosa banding ?
7.      Komplikasi BPH ?
8.      Penatalaksanaan BPH ?
9.      Pemeriksaan Penunjang BPH ?
10.  Asuhan keperawatan ?
11.  Pengkajian BPH ?
12.  Diagnosa keperawatan BPH ?
13.  Perencanaan keperawatan ?
14.  Pelaksanaan keperawatan ?
15.  Evaluasi keperawatan ?

1.4  Manfaat
1.4.1        Bagi Penyusun
Menambah pengetahuan dan wawasan keperawatan, tinjauan pustaka dari Benigna Prostat Hiperlasi (BPH)
1.4.2        Bagi Pembaca
Menambah pengetahuan dan informasi secara singkat tentang Tinjauan kepustakaan dan asuhan keperawatan
1.4.3        Bagi Pendidikan
Menambah referensi dan sumber bacaan secara singkat tentang BPH

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1  Definisi
·         Benigna Prostat Hiperlasi (BPH) adalah pembesaran kelenjar non neoplastik. Didefinisikan sebagai pertumbuhan nodula-nodula fibroadenomatosa majemuk dalam prostat      
·         BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat, kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. (http://david-pekajangan.blogspot.com)
·         BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
·         BPH adalah bagian dalam dari prostat yang membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar (M.A. Henderson, 1992)

2.2  Etiologi
Banyak teori yang menjelaskan terjadinya pembesaran kelenjar prostat, namun sampai sekarang belum ada kesepakatan mengenai hat tersebut. Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu:
1.      Teori S Stem (Isaacs 1984)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan set dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.

2.      Teori MC Neal
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dad zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral.
3.      Teori Di Hidro Testosteron (DHT)
Testosteron adalah hormon pria yang dihasilkan oleh sel leyding. Testosteron sebagian besar dihasilkan oleh kedua testis. sehingga timbulnya pembesaran prostat memerlukan adanya testis yang normal. Jumlah testosteron yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90 % dari seluruh produksi testosteron, sedang yang 10 % dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Sebagian besar testosteron dalam tubuh berada dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk Serum Binding Hormon (SBH). Sekitar 2% testosteron berada dalam keadaan bebas. Hormon yang bebas inilah yang memegang peranan dalam proses terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Testosteron bebas dapat masuk ke dalam set prostat dengan menembus membran sel ke dalam sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT - reseptor komplek yang akan mempengaruhi Asam Ribo Nukleat (RNA) yang dapat menyebabkan terjadinya sintetis protein sehingga dapat terjadi profilerasi sel (MC Connel 1990). Perubahan keseimbangan testosteron 50 tahun ke atas dan estrogen dapat terjadi dengan bertambahnya usia. Menurut Syamsu Hidayat dan Wim D Jong tahun 1998 etiologi da BPH adalah: Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen. Ketidakseimbangan endokrin, faktor umur/ usia lanjut, tidak diketahui secara pasti.

2.3  Anatomi dan Fisiologi
Spincter externa mengelilingi urethra di bawah vesica urinaria pada wanita, tetapi pada laki-laki terdapat kelenjar prostat yang berada dibelakang spincter penutup urethra.
Prostat mengekskresikan cairannya ke dalam urethra pada saat ejakulasi, caftan prostat ini memberi makanan kepada sperma. Cairan ini memasuki urethra pars prostatika dan vas deferens.
Prostat dilewati oleh :
a.       Ductus ejakulatorius, terdiri dari 2 buah berasal dari vesica seminalis bermuara ke urethra.
b.      Urethra itu sendiri, yang panjangnya 17 – 23 cm.
Secara otomatis besarnya prostat adalah sebagai berikut:
a.       Transversal: 1,5 inchi
b.      Vertical: 1,25 inchi
c.       Anterior Posterior: 0,75 inch
Prostat terdiri dari 5 lobus yaitu:
a.       Dua lobus lateralis
b.      Satu lobus posterior
c.       Satu lobus anterior
d.      Satu lobus medial
Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari besot, letaknya di bawah kandung kemih. Normal beratnya prostat pada orang dewasa diperkirakan 20 gram.

2.4  Patofisiologi
Menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika obstruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan baru kandung kemih.
Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air, natrium. dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekro urin dan beban solute lainnya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia. Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balik yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

Usia pertengahan
â
Perubahan hormonal
â
Bagian dalam prostat membesar
â
Adenoma tersebar
â
Menekan, mendesak jaringan prostat yang normal
â
Kapsula sejati
â
Kapsula bedah
â
Menahan pengeluaran urin
â
Peningkatan tekanan kandung kemih
â
Muskulus destrusor hiperterapi
â
Peningkatan tekanan balik
Penekanan infeksi
Edema hebat, hedronefroses
â
â
â

Hedronefrosis 
Batu kandung kemih
Operasi

â
â


Retensi air natrium
Gangguan rasa nyaman/nyeri

Resiko disfungsi seksual
â

Kehilangan
Cairan
Edema hebat
Anseitas b/d kurang informasi
â
â
Kehilangan cairan
Perubahan diminasi

â

Resiko infeksi b/d prosedur invasive
Perubahan eliminasi urine b/d bekuan darah, prosedur bedah
Gangguan hipovelami
2.5  Tanda dan Gejala
Terbagi 4 grade yaitu:
Pada grade I (conges tic)
1)      Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah kemih dan mulai mengedan.
2)      Kalau miksi merasa puas.
3)      Urine keluar menetes dan pancaran lemah.
4)      Nocturia (frekuensi kencing bertambah terutama malam hari)
5)      Urine keluar malam hari lebih dari normal.
6)      Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
7)      Pada cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium urethra interna. Lambat laun terjadi varices akhirnya bisa terjadi perdarahan (blooding)
Pada grade 2 (residual)
8)      Bila miksi terasa panas.
9)      Dysuri nocturi bertambah berat.
10)  Tidak bisa buang air kecil (kemih tidak puas).
11)  Bisa terjadi infeksi karena sisa air kemih.
12)  Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil.
13)  Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal).
Pada grade 3 (retensi urine)
14)  Ischuria paradosal.
15)  Incontinensia paradosal.
Pada grade 4
16)  Kandung kemih penuh.
17)  Penderita merasa kesakitan.
18)  Air kemih menetes secara periodik yang disebut over flow incontinensia.
19)  Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor, karena bendungan yang hebat.
20)  Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas tinggi sekitar 40-410 C.
21)  Selanjutnya penderita bisa koma.
2.6  Diagnosa Banding
Oleh karena adanya proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi destrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi urethra yang merupakan faktor dalam kesulitan miksi. Kelemahan detrusor disebabkan oleh kelainan syaraf (kandung kemih neurologik) misalnya: Lesi medulla spinalis, penggunaan obat penenang. Kekakuan leher vesica disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi urethra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di urethra atau struktur urethra.

2.7  Komplikasi
a.       Perdarahan
b.      Inkotinensia
c.       Batu kandung kemih
d.      Retensi urine
e.       Impotensi
f.       Epididimitis
g.      Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h.      Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi
i.        Hydronefrosis
j.        Hydroureter
k.      Gagal ginjal
l.        Sistitis dan prenofritis

2.8  Penatalaksanaan
Pengobatan untuk hipertropy prostat ada 2 macam :
a.       Konservatif
b.      Operatif
Dalam pengobatan ini dilakukan berdasarkan pembagian besarnya prostat, yaitu derajat 1-4.

a.       Derajat I
Dilakukan pengobatan konservatif, misalnya dengan fazosin, prazoin dan terazoin (untuk relaksasi otot polos).
b.      Derajat II
Indikasi untuk pembedahan. Biasanya dianjurkan resekesi endoskopik melalui urethra.
c.       Derajat III
Diperkirakan prostat cukup besar dan untuk tindakan yang dilakukan yaitu pembedahan terbuka melalui transvesical, retropubic atau perianal.
d.      Derajat IV
Membebaskan penderita dari retensi urine total dengan memasang catheter, untuk pemeriksaan lebih lanjut dalam pelaksanaan rencana pembedahan.
a.       Konservatif
Pengobatan konservatif ini bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan pembesaran prostat. Tindakan dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan, misalnya : menolak operasi atau adanya kontra indikasi untuk operasi.
Tindakan terapi konservatif yaitu:
1.      Mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar karena adanya infeksi sekunder dengan pemberian antibiotika
2.      Bila retensi urine dilakukan catheterisasi.
b.      Operatif
Pembedahan merupakan pengobatan utama pada hipertropi prostat benigna (BPH), pada waktu pembedahan kelenjar prostat diangkat utuh dan jaringan soft tissue yang mengalami pembesaran diangkat melalui 4 cara yaitu : (1) transuretliral (2) suprapubic (3) retropubic dan (4) perineal.
1.      Transurethral.
Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus medial yang langsung mengelilingi urethra. Jaringan yang direseksi hanya sedikit sehingga tidak terjadi perdarahan dan waktu pembedahan tidak terlalu lama. Rectoscope disambungkan dengan arus listrik lalu dimasukkan ke dalam urethra. Kandung kemih di bilas terus menerus selama prosedur berjalan. Pasien mendapat alat untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng logam yang di beri pelumas ditempatkan pada bawah paha. Kepingan jaringan yang halus di buang dengan irisan dan tempat-tempat perdarahan di tutup dengan cauter. Setelah TURP dipasang catheter Foley tiga saluran yang dilengkapi balon 30 ml. Setelah balon catheter dikembangkan, catheter ditarik ke bawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Ukuran catheter yang besar dipasang untuk memperlancar pengeluaran gumpalan darah dan kandung kemih.
Kandung kemih diirigasi terus dengan alat tetesan tiga jalur dengan garam fisiologis atau larutan lain yang dipakai oleh ahli bedah. Tujuan dari irigasi konstan ialah untuk membebaskan kandung kemih dari bekuan darah yang menyumbat aliran kemih. Irigasi kandung kemih yang konstan dihentikan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan da kandung kemih. Kemudian catheter bisa dibilas biasa tiap 4 jam sekali sampai catheter diangkat biasanya 3 sampai 5 hari setelah operasi. Setelah catheter di angkat pasien hams mengukur jumlah urine dan waktu tiap kali berkemih.
2.      Suprapubic Prostatectomy.
Metode operasi terbuka, resekesi supra pubic kelenjar prostat diangkat dan urethra lewat kandung kemih.
3.      Retropubic Prostatectomy
Pada prostatectomy retropubic dibuat.


2.9  Pemeriksaan Penunjang
a.       Anamnese yang baik
b.      Pemeriksaan fisik
Dapat dilakukan dengan pemeriksaan rectal toucher, dimana pada pembesaran prostat jinak alum teraba adanya massa pada dinding depan rectum yang konsistensinya kenyal, yang kalau belum terlalu besar masih dapat dicapai batas atasnya dengan ujung jari sedang apabila batas atasnya sudah tidak teraba biasanya jaringan prostat sudah lebih dari 60 gr.
c.       Pemeriksaan sisa kemih
d.      Pemeriksaan ultra sonografi (USG)
Dapat dilakukan dan supra pubic atau Tran rectal (Trans Rectal Ultra Sonografi :TRUS). Untuk keperluan klinik supra pubic cukup untuk memperkirakan besar dan anatomi prostat. sedangkan TRUS biasanya diperlukan untuk mendeteksi keganasan.
e.       Pemeriksaan endoskopy
Bila pada pemeriksaan rectal toucher, tidak terlalu menonjol tetapi gejala prostatismus sangat jelas atau untuk mengetahui besarnya prostat yang menonjol ke dalam lumen.
f.       Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan radiology seperti foto polos perut dan pyelografi intra vena yang sering disebut IVP (Intra Venous Pyclografi) dan BNO (Beach Nier Oversich). Pada pemeriksaan lain pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek irisan kontras pada dasar kandung kemih dan ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail/ pancing (fisa hook appearance).
g.      Pemeriksaan CT-N Scan dan MRI
Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun pameriksaan ini jarang dilakukan karena mahal biayanya.
h.      Pemeriksaan sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria, pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dan muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang urethra pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.
i.        Pemeriksaan lain
Secara spesifik untuk pemeriksaan pembesaran prostat jinak belum ada, yang ada ialah pemeriksaan penanda adanya tumor untuk karsinoma prostat yaitu pemeriksaan Prostatic Spesifik Antigen (PSA), angka penggal PSA ialah 4 nanogram/ml.

2.10          Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan BPH
I.     Pengkajian
1.        Biodata
Nama, tgl MRS, jenis kelamin, pekerjaan dan lain-lain ?
2.        Keluhan Umum
Perubahan frekuensi berkemih, bila miksi terasa panas.
3.        Riwayat MRS
Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah berkemih dan mulai mengedan.
4.        Riwayat penyakit yang lalu
Pasien susah untuk berkemih (BAK).
5.        Riwayat kesehatan sekarang
Apakah keluarga ada yang menderita seperti pasien apa tidak.
II.  Pemeriksaan Fisik
a.        Sirkulasi : Peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal).
b.        Eliminasi : Penurunan kekuatan dorongan aliran urine, tes keraguan.
-       Keragu-raguan pada berkemih awal.
-       Nokturia, disuria, hematuri.
-       isis berulang, riwayat batu (stasis urinaria).
-       Konstipasi.
-       Massa padat dibawah abdomen bawah.
-       Nyeri tekan kandung kemih.
-       Hernia Inguinalis, Hemoroid.
-       Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih : dorongan dan frekuensi.
c.        Makanan/cairan : Anoreksia, mual, muntah, penurunan BB
d.       Nyeri/kenyamanan : Nyeri supraa pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri punggung bawah.
e.        Keamanan : demam
f.         Seksualitas :
-       Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual.
-       Inkontinensia.
-       Penuninan kekualan ejakulasi.
-       Pembesaran, nyeri tekan prostat.
g.        Pengetahuan :
-       Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.
-       Penggunaan antihipertensi, antideprresi, antibiotik urinaria.
III.             Diagnostik
a.        Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.
b.        Adanya staphylokokus aureus Proteus, klebsielia, pseudomonas,
e. coli.
c.        BUN/kreatin : meningkat
d.       IVP menunjukkan pelambatan pengosongan kandung kemih dan adanya pembesaran prostat, penebalan abnormla otot kandung kemih.
e.        Sistogram : mengukur tekanan darah dan volume dalam kandung kemih.
f.         Sistometri : mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya.

2.11          Diagnosa Keperawatan
-       Diagnosa keperawatan disusun menurut prioritas masalah pada pasien pre operasi sebagai berikut :
1.      Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik pembesaran prostate.
2.      Nyeri (akut) b/d iritasi mukosa, Distensi kandung kemih.
3.      Gangguan rasa nyaman neyeri b/d spasme otot spincter.
4.      ketakutan/kecemasan dihubungkan dengan perubahan status kesehatan kemungkinan prosedur bedah/malignasi.
5.      resiko tinggi disfungsi seksual b/d sumbatan saluran ejakulasi hilangnya fungsi tubuh.
-       Post Operasi sebagai berikut :
1.      Perubahan eliminasi urine berhubungan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedoma, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi catheter/balon.
2.      Jika terjadi kekurangan volume cairan berhuhungan dengaa area bedah vaskuIer kesulitan mengontrol perdarahan.
3.      Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasive : alat selama pembedahan, catheter, iritasi kandung kemih serta trauma insisi bedah.
4.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : reflek spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan/tekanan dan balon kandung kemih.
5.      Reiko terjadi disfungsi seksaal berhubungan dengan situasi karisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital).
6.      Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interprestasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
2.12          Perencanaan Keperawatan
Pre Operasi
1.      Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik pembesaran prostat Tanda : frekuensi, keragu-raguan ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih, inkontinensia, distensi kandung kemih, residu, urine.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dapat berkemih dengan jumlah cukup.
Kriteria hasil :
Berkemih dengan jumlah yang cukup, tak teraba distensi kandung kemih, menunjukkan residu paaska berkemih kurang dan 50 ml, dengan tidak adanya tetesan/kelebihan aliran.
Intervensi :
a.       Dorong klien untuk berkemih setiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R/ berkemih dengan dorongan dapat mencegah retensi urine.
b.      Tanyakan pada Klien tentang inkontinensia stress.
R/ untuk mengetahui bahwa stress mempengarui pengeluaran           urine.
c.       Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.
R/ untuk mengetahui pengeluaran urine.
d.      Awasi dan catat waktu dan jumlah setiap berkemih.
R/ memantau balance antara intake dan output cairan.
e.       Perkusi area supra pubik.
R/ untuk mengetahui distensi kandung kemih.
f.       Dorong masukan cairan sampai 3000 ml/hari.
R/ untuk mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk             aliran urine.
2.      Nyeri (akut b/d iritasi mukosa, distensi kandung kemih) ditandai :
Keluhan nyeri pada kandung kemih, penyempitan tokus, perubahan fokus otot, meringis, perilaku distraksi, gelisah, respon otonomik.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang.
Kriteria hasil :
-       Melaporkan nyeri hilang/timbul.
-       Tampak rileks.
-       Mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a.       Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas.
R/ untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien.
untuk melakukan tindakan selanjutnya memperparah nyeri.
b.      Perhatikan tirah baring bila diindikasikan.
R/ tirah baring yang berlebihan.
c.       Berikan tindakan kenyamanan misal pijatan punggun
R/ untuk teknik relaksasi dan destraksi.
d.      Lakukan massage prostat
R/ untuk mengurangi nyeri.
e.       Berikan obat sesuai indikasi
R/ untuk mempercepat proses penyembuhan.
3.      Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter.
Tujuan :
Setelah diakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil :
Secara verbal pasien mengunkapkan nyeri berkurang atau hilang. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
a.       Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
R/ untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien.
untuk melakukan tindakan selanjutnya.
b.      Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.
R/ untuk mengetahui tingkat perkembangan rasa nyeri.
c.       Beri kompres hangat pada abdomin terutama perut bagian bawah.
R/ untuk mengurangi rasa nyeri.
d.      Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang).
R/ untuk menghindari faktor pencetus.
e.       Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknk relaksasi.
R/ untuk mengalihkan rasa nyeri.
4.      Ketakutan/kecemasan dihubungkan dengan perubahan status kesehatan kemungkinan prosedur bedah/malignasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien tampak lebih rileks.
Kriteria hasil :
-       Tampak rileks.
-       Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
-       Menunjukkan rentang yang tepat tentang perasaan/penurunan rasa takut.
Intervensi :
a.       Buat hubungan saling percaya dengan klien/orang terdekat.
R/ untuk menumbuhkan sikap saling percaya antara perawat-klien-keluarga.
b.      Berikan info tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi.
R/ agar pasien dapat lebih mengerti tentang kondisinya.
c.       Perubankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur.
R/ agar pasien dapat lebih yakin pada perawat.
d.      Dorong klien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan.
R/ agar pasien mampu mengungkapkan perasaanya dan keluarga      mengerti tentang kondisi pasien.
e.       Berikan penguatan info kepada klien tentang info yang telah diberikan sebelumnya.
R/ untuk memberikan penegasan pada pasien.
5.      Resiko tinggi disfungsi berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya.
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal
Intervensi :
a.       Motivasi pasien untuk mengungapkan perasaannya yang berhuhungan dengan perubahannya.
R/ untuk mengetahui perubahan seksual pada pasien.
b.      Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat.
R/ untuk memberikan informasi yang tepat pada pasien.
c.       Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual.
R/ agar pasien dapat mengerti tentang penjelasan yang perawat berikan.
d.      Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pemecahan masalah fungsi seksual.
R/ agar keluarga/istri pasien dapat mengerti akan kekurangan pasien.
e.       Anjurkan pasien untuk menghindari huhungan seksual selama
1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
R/ untuk mencegah adanya komplikasi atau kerusakan pada genetalia.


Post Operasi
1.      Perubahan eliminasi urine berhubunan dengan obstruksi mekanikal bekuan darah, coedema trauma, prosedur bedah, tekanan dan irigasi catheter/balon, ditandai, dengan :
a.       Nyeri pada daerah tindakan operasi.
b.      Perubahan frelmensi berkemth.
-       Urgensi.
-       Dysuria.
-       Pemasangan catheter tetap.
-       Adanya luka tindakan operasi pada daerah prostat.
-       Urine berwarna kemerahan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam eliminasi urine lancar.
Kriteria hasil :
-       Catheter tetap paten pada tempatnya.
-       tidak ada sumbatan aliran darah melalui catheter.
-       Berkemih tanpa aliran berlebihan.
-       Tidak terjadi retensi pada saat irigasi.
Intervensi :
a.       Kaji keluaran urine dan sistem catheter/drainase. khususnya selama irigasi kandung kemih.
R/ Retensi dapat terjadi karena edema area bedah bekuan darah dan spasme kandung kemih.
b.      Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah catheter dilepas.
R/ Catheter biasanya dilepas 2-5 hari setelah bedah, tetapi          berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa    waktu karena edema urethral dan kehilangan tonus.

c.       Dorong klien untuk berkemiih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dan 2-4 jam
R/ Berkemiih dengan dorongan dapat mencegah retensi, urine. Keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam (bile ditoleransi) meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih.
d.      Ukur volume residu bila ada catheter supra pubic.
R/ Mengawasi keefektifan kandung kemih untuk kosong. Residu lebih dan 50 ml menunjukkan perlunya kontainuitas catheter sampai tonus otot kandung kemih membaik.
e.       Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi.
R/ Mempertahankan  hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.
f.       Kolaborasi medis untuk irigasi kandung kemih sesuai indikasi pada periode pasca operasi dini.
R/ Mencuci kandung kemih dan bekuan darah dan untuk mempertahankan potensi catheter/aliran urine.
2.      Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhuhungan dengan area bedab vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan ditandai dengan :
-       Pusing.
-       Flatus negatif
-       Bibir kering.
-       Puasa.
-       using usus negatif.
-       Urine berwarna kemerahan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi kekurangan volue cairan.
Kriteria hasil :
-       Tanda-tanda vital normal (TD : 130/90 mmHg, 5 : 36,5-37,5oC,
N : 80-100 x/m, RR : 16-24 x/menit).
-       Pengisian kapiler baik.
-       Membran mukosa lembab.
-       Haluaran Urine tepat.
Intervensi :
a.       Benamkan catheter, hindari manipulasi berlebihan
R/ Penarikan/gerakan catheter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan darah.
b.      Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
R/ Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. Pada irigasi kandung kemih, awasi perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
c.       Evaluasi warna, konsistensi urine.
R/ Untuk mengindikasikan adanya perdarahan.
d.      Awasi tanda-tanda vital
R/ Dehidrasi, memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke syok. Hipertensi, bradikardi, mual/ muntah menunjukkan sindrom TURP, memerlukan intervensi medik segera.
e.       Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Hb/Ht, jumlah sel darah merah)
R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/ kebutuhan penggantian
3.      Resiko infeksi berhuhungan dengan prosedur pembedahan, catheter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah, ditandai dengan:
-       Nyeri daerah tindakan operasi.
-       Dysuria.
-       Luka tindakan operasi tepat di daerah prostat.
-       Pemasangan catheter tetap.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3-24 jam.
Menunjukkan tidak tampak tanda-tanda infeksi,
dengan kriteria :
-       Tidak tampak tanda-tanda infeksi.
-       Inkontinensia tidak terjadi.
-       Luka tindakan bedah cepat kering.
Intervensi :
a.       Berikan perawatan catheter tetap secara steril.
R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/cross infeksi.
b.      Ambulasi kantung drainase dependen.
R/ Menghindari refleks batik urine, yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
c.       Awasi tanda-tanda vital.
R/ Klien yang mengalami TUR/beresiko untuk syok bedah/septic sehubungan dengan instrumentasi.
d.      Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
R/ Balutan basah dapat menyebabkan iritasi, dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi.
e.       Kolaborasi medis untuk pemberian golongan obat antibiotika.
R/ Dapat membunuh kuman patogen penyebab infeksi
4.      Gangguan rasa nyaman ; nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih: refleks spasme otot berhubungan dengan prosedur bedah dan/tekanan dan baton kandung kemih, ditandai dengan:
-       Nyeri pada daerah tindakan operasi.
-       Luka tindakan operasi.
-       Ekspresi wajah meringis.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang.
Kriteria hasil :
-       Skala nyeri menurun
-       Ekspresi wajah rileks
-       Tidak ada keluhan nyeri
Intervensi :
a.       Kaji tingkat nyeri.
R/ Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien dan memudahkan kita dalam memberikan tindakan.
b.      Pertahankan posisi catheter dan sistem drainase.
R/ Mempertahankan fungsi catheter dan sistem drainase, menurunkan resiko distensi/ kandung kemih.
c.       Ajarkan tekhnik relaksasi.
R/   Merileksasikan otot-otot sehingga suplay darah ke jaringan terpenuhi/ adekuat, sehingga nyeri berkurang.
d.      Berikan rendam duduk bila diindikasikan.
R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema dan meningkatkan penyembuhan.
e.       Kolaborasi medis untuk pemberian anti spasmodic dan analgetika.
R/ Golongan obat anti spasmodic dapat merileksasikan otot polos, untuk memberikan/menurunkan spasme dan nyeri golongan obat analgetik dapat menghambat reseptor nyeri sehingga tidak diteruskan ke otak dan nyeri tidak dirasakan.
5.      Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi his (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan catheter, keterlibatan area genital) ditandai dengan :
Tindakan pembedahan kelenjar prostat.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil :
Pasien dapat mendiskusikan perasaannya tentang seksualitas dengan orang terdekat.

Intervensi :
a.       Berikan informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksual.
R/ Impotensi fisiologis : terjadi bila syaraf perineal dipotong selama prosedur bedah radikal pada pendekatan lain. aktifitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6 - 8 minggu.
b.      Diskusikan dasar anatomi.
R/ Syaraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan sterilitas biasanya tidak terjadi.
c.       Instruksikan latihan perineal.
R/ Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urine dan fungsi seksual.
d.      Kolaborasi ke penasehat seksualitas/ seksologi sesuai indikasi.
R/ Untuk memerlukan intervensi professional selanjutnya.
6.      Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interprestasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan:
-       Gelisah
-       Informasi kurang
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
Klien mengungkapkan anxietas teratasi, dengan kriteria:
-       Klien tidak gelisah.
-       Tampak rileks
Intervensi
a.       Kaji tingkat anxietas.
R/ Mengetahui tingkat anxietas yang dialami klien, sehingga memudahkan dalam memberikan tindakan selanjutnya.
b.      Observasi tanda-tanda vital.
R/ Indikator dalam mengetahui peningkatan anxietas yang dialami klien
c.       Berikan informasi yang jelas tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R/ Mengerti/memahami proses penyakit dan tindakan yang diberikan.
d.      Berikan support melalui pendekatan spiritual.
R/ Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa dalam menjalankan pengobatan untuk penyembuhan

BAB III
PENUTUP


3.1.    Kesimpulan
Dari makalah di atas kami dapat menyimpulkan bahwa :
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostate membesar, memanjang  ke depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydrouretes. Etiologi BPH belum diketahui secara pasti. Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien BPH sebagai berikut: retensi urine, kurangnya atau lemahnya pancaran kencing, frekuensi kencing  bertambah terutama malam hari dan terasa panas, nyeri saat miksi. Pengobatan yang dilakukan seperti pengobatan konservatif dan operatif.
       
3.2.    Saran
-       Setelah pasien pulang dari rumah sakit disarankan latihan berat, mengangkat berat dan seksual intercourse dihindari selama 3 minggu setelah di rumah
-       Menganjurkan banyak minum untuk mencegah statis dan infeksi
-       Menganjurkan memakan makanan yang berserat agar feces lembek

DAFTAR PUSTAKA


Handerson : M.A,1992, Ilmu Bedah untuk Perawatan, Yogyakarta :Yayasan          Esentia Medica.

Susan Martin: Tucker, 1998, Standar Perawatan pasien. Jakarta: EGC

http://david-penkaj

0 komentar:

Posting Komentar