jumlah pengunjung blog

jumlah pengunjung blog

google translet

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Laman

Jumat, 11 Maret 2011

hospice pada lansia

Diposting oleh Amel_Lia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :
1.      Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
2.      Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3.      Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh. Namun tidak perlu berkecil hati, harus selalu optimis, ceria dan berusaha agar selalu tetap sehat di usia lanjut. Jadi walaupunb usia sudah lanjut, harus tetap menjaga kesehatan
. Proses menua manusia mengalami perubahan menuju ketergantungan fisik dan mental. Keluhan yang menyertai proses menua menjadi tanda adanya penyakit, biasanya disertai dengan perasaan cemas, depresi atau mengingkari penyakitnya.



Apalagi penyakit stadium terminal (tinggal menunggu ajal) dalam prediksi secara medis sering diartikan penderita tidak lama lagi meninggal dunia. Keadaan ini menyebabkan lansia mengalami kecemasan menghadapi kematian


1.2.      Tujuan
1.21.    Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien terminal
1.2.2.   Tujuan Khusus
a.   Mahasiswa mampu memahami pengertian hospice
b.   Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis penyakit terminal
c.   Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinik
d.   Mahasiswa mampu memahami fase-fase kehilangan
e.   Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Terminal














BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Hospice

Hospice adalah perawatan pasien terminal (stadium akhir) dimana pengobatan terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi. Perawatan ini bertujuan meringankan penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien, berlandaskan pada aspek bio-psiko-sosial-spiritual
Perawatan akhir hayat/perawatan terminal adalah suatu proses perawatan medis lanjutan yang terencana melalui diskusi yang terstuktur dan didokumentasikan dengan baik, dan proses ini terjalin sejak awal dalam proses perawatan yang umum/biasa. Dikatakan sebagai perawatan medis lanjutan karena penderita biasanya sudah masuk ke tahap yang tidak dapat disembuhkan (incurable). Melalui proses perawatan ini diharapkan penderita dapat meng-identifikasi dan meng-klarifikasi nilai-nilai dan tujuan hidupnya serta upaya kesehatan dan pengobatan yang diinginkannya seandainya kelak ia tidak lagi mampu untuk memutuskan sesuatu bagi dirinya sendiri. Atau, penderita dapat pula menunjuk seseorang yang akan membuat keputusan baginya sekiranya hal itu terjadi.
Dalam perawatan ini, keluarga ikut dilibatkan sehingga dengan demikian diharapkan semua kebingungan dan konflik dikemudian hari dapat dihindari. Proses ini perlu senantiasa dinilai kembali dan di-up date secara reguler karena dalam perjalanannya tujuan perawatan dan prioritasnya sering kali berubah-ubah tergantung pada situasi/kondisi yang dihadapi saat itu. Bila pada awalnya tujuan kuratif dan menghindari kematian merupakan prioritas utama, pada stadium terminal tujuan perawatan beralih ke usaha mempertahankan fungsi, meniadakan penderitaan dan mengoptimalkan kualitas hidup penderita. Dengan demikian diharapkan penderita dapat menghadapi akhir hayatnya secara damai, tenang dan bermartabat (with dignity). Peralihan ini seharusnya terjadi secara gradual/tidak secara mendadak. Sering kali tujuan perawatan dan prioritas di pihak penderita dan keluarganya tidak sejalan dengan tujuan dan prioritas dokternya.
Hal ini perlu dikomunikasikan dengan baik sehingga kedua belah pihak dapat memilih apa yang terbaik bagi penderita. Disini dokter memegang peran kunci karena dialah yang lebih banyak mengetahui tentang perjalanan penyakit yang senantiasa berubah serta alternatif pengobatan yang mungkin diberikan pada penderita untuk mencapai tujuan perawatan tadi serta bagaimana prognosisnya. Karena itu pengkajian secara teratur dan up-dating perlu selalu diusahakan dan dikomunikasikan dengan penderita/ keluarganya. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas diperlukan kerjasama dari beberapa ahli yang bekerja bersama dalam sebuah team yang multidisipliner dan bekerja secara interdisipliner sehingga perawatan penderita dapat berjalan secara komprehensif.
Kondisit terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu (Carpenito, 1995).
Perawatan terminal dapat dimulai pada minggu-minggu, hari-hari dan jaminan terakhir kehidupan dimana bertujuan:
1.      Mempertahankan hidup
2.      Menurunkan stress
3.      Meringankan dan mempertahankan kenyamanan selama mungkin (Weisman)
Secara umum kematian adalah sebagian proses dari kehidupan yang dialami oleh siapa saja meskipun demikian, hal tersebut tetap saja menimbulkan perasaan nyeri dan takut, tidak hanya pasien akan juga keluarganya bahkan pada mereka yang merawat dan mengurusnya.
Penderita yang akan meninggal tidak akan kembali lagi ke tengah keluarga, kenyataan ini sangat berat bagi keluarga yang akan ditinggalkannya Untuk menghindari hal diatas bukan hanya keluarganya saja yang berduka bahkan klien lebih tertekan dengan penyakit yang dideritanya.


2.2       Jenis-Jenis Penyakit Terminal

Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal adalah:
1.  Penyakit-penyakit kanker.
2.  Penyakit-penyakit infeksi.
3.  Congestif Renal Falure (CRF)
4.  Stroke Multiple Sklerosis.
5.  Akibat kecelakaan fatal.
6.  AIDS.

2.3       Manifestasi Klinik
1.   Fisik
a.  Gerakan pengindaran menghilang secara berangsur-angsur dimulai dari ujung kaki dan ujung jari.
b.  Aktivitas dari GI berkurang.
c.  Reflek mulai menghilang.
d. Suhu klien biasanya tinggi tapi merasa dingin dan lembab terutama pada kaki dan tangan dan ujung-ujung ekstremitas.
e.  Kulit kelihatan kebiruan dan pucat.
f.  Denyut nadi tidak teratur dan lemah.
g.  Nafas berbunyi, keras dan cepat ngorok.
h.  Penglihatan mulai kabur.
i.   Klien kadang-kadang kelihatan rasa nyeri.
j.   Klien dapat tidak sadarkan diri.
2.   Psikososial
Sesuai dengan fase-fase kehilangan menurut seorang ahli E. Kuber Ross mempelajari respon-respon atas menerima kematian dan maut secara mendalam dari hasil penyelidikan/penelitiannya yaitu:
a.  Respon kehilangan
1).  Rasa takut diungkapkan dengan ekspresi wajah (air muka), ketakutan, cara tertentu untuk mengulurkan tangan.
2).  Cemas diungkapkan dengan cara menggerakkan otot rahang dan kemudian mengendor.
3).  Rasa sedih diungkapkan dengan mata setengah terbuka atau menanggis.
b.  Hubungan dengan orang lain
Kecemasan timbul akibat ketakutan akan ketidak mampuan untuk
berhubungan secara interpersonal serta akibat penolakan.

2.4       Fase-Fase Kehilangan
Masuknya klien ke dalam ancaman peran sakit pada rentang hidup-mati mengamcam dan mengubah hemostatis. Lebih dari rasa takut yang nyata tentang kematian dan pengaruh terhadap anggota keluarga yang dirawat dirasakan oleh keluarga. Banyak faktor yang mempengaruhi klien dalam perawatan penyakit terminal, apabila seseorang sudah divonis/prognosa jelek, ia tiak akan bisa menerima begitu saja tentang apa yang ia hadapi sekarang.
Elizabeth Kubbler Ross menggambarkan 5 tahap yang akan dilalui klien dalam menghadapi bayangan akan kematian/kehilangan yang sangat bermanfaat untuk memahami kondisi klien pada saat ini, yaitu:
1.   Tahap peningkatan atau denial
Adalah ketidakmampuan menerima, kehilangan untuk membatasi atau mengontrol nyeri dan dystress dalam menghadapinya. Gambaran pada tahap denial yaitu:
a.  Tidak percaya diri
b.  Shock
c.  Mengingkari kenyataan akan kehilangan
d. Selalu membantah dengan perkataan baik
e.  Diam terpaku
f.  Binggung, gelisah
g.  Lemah, letih, pernafasan, nadi cepat dan berdebar-debar
h.  Nyeri tubuh, mual
2.   Tahap anger atau marah
Adalah kekesalan terhadap kehilangan. Gambaran pada tahap anger yaitu:
a.  Klien marah-marah
b.  Nada bicara kasar
c.  Suara tinggi
3.   Tahap tawar menawar atau bergaining
Adalah cara coping dengan hasil-hasil yang mungkin dari penyakit dan menciptakan kembali tingkat kontrol. Gambaran pada tahap ini yaitu:
a.  Sering mengungkapkan kata-kata kalau, andai.
b.  Seirng berjanji pada Tuhan.
c.  Mempunyai kesan mengulur-ulur waktu.
d. Merasa bersalah terus menerus.
e.  Kemarahan mereda.
4.   Tahap depresi
Adalah ketiada usaha apapun untuk mengungkapkan perasaan atau reaksi kehilangan. Gambaran pada tahap ini yaitu:
a.  Klien tidak banyak bicara.
b.  Sering menanggis.
c.  Putus asa.
5.   Tahap acceptance atau menerima
Adalah akhir klien dapat menerima kenyataan dengan kesiapan. Gambaran pada tahap ini yaitu:
a.  Tenang/damai.
b.  Mulai ada perhatian terhadap suatu objek yang baru.
c.  Berpartisipasi aktif.
d. Tidak mau banyak bicara.
e.  Siap menerima maut.
Tidak semua orang dapat melampaui kelima tahap tersebut dengan baik, dapat saja terjadi, ketidakmampuan menggunakan adaptasi dan timbul bentuk-bentuk reaksi lain. Jangka waktu periode tahap tersebut juga sangat individual.
Penerimaan suatu prognosa penyakit terminal memang berat bagi setiap individu. Ini merupakan suatu ancaman terhadap kehidupan dan kesejahteraan pada individu tersebut. Dari ancaman tersebut timbul suatu rentang respon cemas pada individu, cemas dapat dipandang suatu keadaan ketidakseimbangan atau ketegangan yang cepat mengusahakan koping.
Rentang respon seseorang terhadap penyakit terminal dapat digambarkan dalam suatu rentang yaitu harapan ketidakpastian dan putus asa.
1.   Harapan
Mempunyai respon psikologis terhadap penyakit terminal. Dengan adanya harapan dapat mengurangi stress sehingga klien dapat menggunakan koping yang adekuat.
2.   Ketidakpastian
Penyakit terminal dapat mengakibatkan ketidakpastian yang disertai dengan rasa tidak aman dan putus asa, meskipun secara medis sudah dapat dipastikan akhirnya prognosa dapat mempercepat klien masuk dalam maladaptif.
3.   Putus asa
Biasanya ditandai dengan kesedihan dan seolah-olah tidak ada lagi upaya yang dapat berhasil untuk mengobati penyakitnya. Dalam kondisi ini dapat membawa klien merusak atau melukai diri sendiri.

2.5       Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Terminal
A.                Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan holistik yaitu suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada penyakit dan aspek pengobatan dan penyembuhan saja akan tetapi juga aspek psikososial lainnya.
Salah satu metode untuk membantu perawat dalam mengkaji data psikososial pada klien terminal yaitu dengan menggunakan metode “PERSON”.



P: Personal Strenghat
Yaitu: kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup, kegiatannya atau pekerjaan.
Contoh yang positif:
1.   Bekerja ditempat yang menyenangkan bertanggung jawab penuh dan nyaman.
2.   Bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan sehari-hari.
Contoh yang negatif:
1.   Kecewa dalam pengalaman hidup.
2.   Bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan sehari-hari.

E: Emotional Reaction
Yaitu reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien.
Contoh yang positif:
Binggung tetapi mampu memfokuskan keadaan.
Contoh yang negatif:
Tidak berespon (menarik diri)

R: Respon to Stress
Yaitu respon klien terhadap situasi saat ini atau dimasa lalu.
Contoh yang positif:
1.   Memahami masalah secara langsung dan mencari informasi.
2.   Menggunakan perasaannya dengan sehat misalnya: latihan dan olah raga.
Contoh yang negatif:
1.Menyangkal masalah.
2.Pemakaian alkohol.


S: Support System
Yaitu: keluarga atau orang lain yang berarti.
Contoh yang positif:
1.   Keluarga
2.   Lembaga di masyarakat
Contoh yang negatif:
Tidak mempunyai keluarga

O: Optimum Health Goal
Yaitu: alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi)
Contoh yang positif:
1.   Menjadi orang tua
2.   Melihat hidup sebagai pengalaman positif
Contoh yang negatif:
1.   Pandangan hidup sebagai masalah yang terkuat
2.   Tidak mungkin mendapatkan yang terbaik

N: Nexsus
Yaitu: bagian dari bahasa tubuh mengontrol seseorang mempunyai penyakit atau mempunyai gejala yang serius.
Contoh yang positif:
Melibatkan diri dalam perawatan dan pengobatan.
Contoh yang negatif:
1.   Tidak berusaha melibatkan diri dalam perawatan.
2.   Menunda keputusan.

Pengkajian yang perlu diperhatikan klien dengan penyakit terminal menggunakan pendekatan meliputi.
1.      Faktor predisposisi
Yaitu faktor yang mempengaruhi respon psikologis klien pada penyakit terminal, sistem pendekatan bagi klien. Klas Kerud telah mengklasifikasikan pengkajian yang dilakukan yaitu:
a.       Riwayat psikosisial, termasuk hubungan-hubungan interpersonal, penyalahgunaan zat, perawatan psikiatri sebelumnya.
b.      Banyaknya distress yang dialami dan respon terhadap krisis.
c.       Kemampuan koping.
d.      Sosial support sistem termasuk sumber-sumber yang ada dan dibutuhkan support tambahan.
e.       Tingkat perkembangan
f.       Fase penyakit cepat terdiagnosa, pengobatan dan post pengobatan.
g.      Identitas kepercayaan diri, pendekatan nilai-nilai dan filosofi hidup.
h.      Adanya reaksi sedih dan kehilangan
i.        Pengetahuan klien tentang penyakit
j.        Pengalaman masa lalu dengan penyakit
k.      Persepsi dan wawasan hidup respon klien terhadap penyakit terminal, persepsi terhadap dirinya, sikap, keluarga, lingkungan, tersedianya fasilitas kesehatan dan beratnya perjalanan penyakit.
l.        Kapasitas individu untuk membuat psikosial kembali dalam penderitaan.
Fokus Sosiokultural:
Klien mengekpresikannya sesuai dengan tahap perkembangan, pola kultur atau latar belakang budaya terhadap kesehatan, penyakit, penderitaan dan kematian yang dikomunikasikan baik secara verbal maupun non verbal.

2.      Faktor predisposisi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi klien terminal, yaitu:
a.       Prognosa akhir penyakit yang menyebabkan kematian.
b.      Faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian.
c.       Support dari keluarga dan orang terdekat.
d.      Hilangnya harga diri, karena kebutuhan tidak terpenuhi sehingga klien menarik diri, cepat tersinggung dan tidak ada semangat hidup.
Selain itu etiologi dari penyakit terminal dapat merupakan faktor predisposisi, diantaranya:
a.       Penyakit kanker
b.      Penyakit akibat infeksi yang parah/kronis
c.       Congestif Renal Failure (CRF)
d.      Stroke Multiple Sklerosis
e.       Akibat kecelakaan yang fatal
3.      Faktor perilaku
a.       Respon terhadap klien
Bila klien terdiagnosa penyakit terminal maka klien akan mengalami krisis dan keadaan ini mengakibatkan keadaan mental klien tersinggung sehingga secara langsung dapat menganggu fungsi fisik/penurunan daya tahan tubuh.
b.      Respon terhadap diagnosa
Biasanya terjadi pada klien yang terdiagnosa penyakit terminal adalah shock atau tidak percaya perubahan konsep diri klien terancam, ekspresi klien dapat berupa emosi kesedihan dan kemarahan.
c.       Isolasi sosial
Pada klien terminal merupakan pengalaman yang sering dialami, klien kehilangan kontak dengan orang lain dan tidak tahu dengan pasti bagaimana pendapat orang terhadap dirinya.
4.      Mekanis koping
a.       Denial
Adalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit fisik yang berfungsi pelindung kien untuk memahami penyakit secara bertahap, tahapan tersebut adalah:
1).    Tahap awal (initial stage)
Yaitu tahap menghadapi ancaman terhadap kehilangan “saya harus meninggal karena penyakit ini”
2).    Tahap kronik (kronik stage)
Persetujuan dengan proses penyakit “aku menyadari dengan sakit akan meninggal tetapi tidak sekarang”. Proses ini mendadak dan timbul perlahan-lahan.
3).    Tahap akhir (finansial stage)
Menerima kehilangan “saya akan meninggal” kedamaian dalam kematiannya sesuai dengan kepercayaan.
b.      Regresi
Mekanisme klien untuk menerima ketergantungan terhadap fungsi perannya. Mekanisme ini juga dapat memecahkan masalah pada peran sakit klien dalam masa penyembuhan.
c.       Kompensasi
Suatu tindakan dimana klien tidak mampu mengatasi keterbatasannya karena penyakit yang dialami.
Selain dari faktor-faktor yang mempengaruhi diatas, yang perlu dikaji saat pengkajian pada klien terminal singkat “kesadaran“ antara lain adalah:
1.      Belum menyadari (closed awereness)
Yaitu klien dan keluarga tidak menyadari kemungkinan akan kematian, tidak mengerti mengapa klien sakit, dan mereka yakin klien akan sembuh.
2.      Berpura-pura (mutual pralensa)
Yaitu klien, keluarga, perawat dan tenaga kesehatan lainnya tahu prognosa penyakit terminal.
3.      Menyadari (open awereness)
Yaitu klien dan keluarga menerima/mengetahui klien akan adanya kematian dan merasa tenang mendiskusikan adanya kematian.



B.     Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
1.      Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial berhubungan dengan kondisi sakit terminal
Tujuan :
Klien merasa tenang menghadapi sakaratul maut sehubungan dengan sakit terminal
Intervensi :
v Dengarkan dengan penuh empati setiap pertanyaan dan berikan respon jika dIbutuhkan klien dan gali perasaan klien.
v Berikan klien harapan untuk dapat bertahan hidup.
v Bantu klien menerima keadaannya sehubungan dengan ajal yang akan menjelang.
v Usahakan klien untuk dapat berkomunikasi dan selalu ada teman di dekatnya.
v Perhatikan kenyamanan fisik klien.

2. Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan fungsi
Tujuan :
Mempertahankan rasa aman, tenteram, percaya diri, harga diri dan martabat klien
Intervensi :
v  Gali perasaan klien sehubungan dengan kehilangan.
v  Perhatikan penampilan klien saat bertemu dengan orang lain.
v  Bantu dan penuhi kebutuhan dasar klien antara lain hygiene, eliminasi.
v  Anjurkan keluarga dan teman dekat untuk saling berkunjung dan melakukan hal – hal yang disenangi klien.
v  Beri klien support dan biarkan klien memutuskan sesuatu untuk dirinya, misalnya dalam hal perawatan.
3. Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan terminal
Tujuan :
Mengurangi rasa takut, depresi dan kesepian
Intervensi :
v Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan sedih, marah dan lain lain.
v Perhatikan empati sebagai wujud bahwa perawat turut merasakan apa yang dirasakan klien.
v Bantu klien untuk mengidentifikasi sumber koping, misalnya dari teman dekat, keluarga ataupun keyakinan klien.
v Berikan klien waktu dan kesempatan untuk mencerminkan arti penderitaan, kematian dan sekarat.
v Gunakan sentuhan ketika klien menunjukkan tingkah laku sedih, takut ataupun depresi, yakinkan bahwa perawat selalu siap membantu.
v Lakukan hubungan interpersonal yang baik dan berkomunikasi tentag pengalaman – pengalaman klien yang menyenangkan.

4. Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti, ditandai dengan klien selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah perubahan atau tidak (fisik), raut muka klien yang cemas
Tujuan :
Klien tidak cemas lagi dan klien memiliki suatu harapan serta semangat hidup
Intervensi :
v  Kaji tingkat kecemasan klien.
v  Jelaskan kepada klien tentang penyakitnya.
v  Tetap mitivasi (beri dukungan) kepada klien agar tidak kehilangan harapan hidup dengan tetap mengikuti dan mematuhi petunjuk perawatan dan pengobatan.
v  Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
v  Datangkan seorang klien yang lain yang memiliki penyakit yang sama dengan klien.
v  Ajarkan kepada klien dalam melakukan teknik distraksi, misal dengan mendengarkan musik kesukaan klien atau dengan teknik relaksasi, misal dengan menarik nafas dalam.
v  Beritahukan kepada klien mengenai perkembangan penyakitnya.
v  Ikut sertakan klien dalam rencana perawatan dan pengobatan.

5.  Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan kematian, ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan dirinya, menyalahkan Tuhan atas penyakit yang dideritanya, menghindari kontak sosial dengan keluarga/teman, marah terhadap orang lain maupun perawat
Tujuan :
Koping individu positif
Intervensi :
v  Gali koping individu yang positif yang pernah dilakukan oleh klien.
v  Jelaskan kepada klien bahwa setiap manusia itu pasti akan mengalami suatu kematian dan itu telah ditentukan oleh Tuhan.
v  Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
v  Perawat maupun keluarga haruslah tetap mendampingi klien dan mendengarkan segala keluhan dengan rasa empati dan penuh perhatian.
v  Hindari barang – barang yang mungkin dapat membahayakan klien.
v  Tetap memotivasi klien agar tidak kehilangan harapan untuk hidup.
v  Kaji keinginan klien mengenai harapa untuk hidup/keinginan sebelum menjelang ajal.
v  Bantu klien dalam mengekspresikan perasaannya.

6. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien merasa lemah dan tidak berdaya dalam melakukan ibadah sholat
Tujuan :
Kebutuhan spiritual dapat terpenuhi yaitu dapat melakukan sholat dalam keadaan sakit
Intervensi :
v  Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai ibadah sholat.
v  Ajarkan pada klien cara sholat dalam keadaan berbaring.
v  Ajarkan tata cara tayamum.
v  Ajarkan kepada klien untuk berzikir.
v  Datangkan seorang ahli agama.

7. Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan
Tujuan :
Membantu individu menangani kesedihan secara efektif
Intervensi :
v  Motivasi keluarga untuk menverbalisasikan perasaan – perasaan antara lain : sedih, marah dan lain – lain.
v  Beri pengertian dan klarifikasi terhadap perasaan – perasaan anggota keluarga.
v  Dukung keluarga untuk tetap melakukan aktivitas sehari – hari yang dapat dilakukan.
v  Bantu keluarga agar mempunyai pengaharapan yang realistis.
v  Berikan rasa empati dan rasa aman dan tenteram dengan cara duduk disamping keluarga, mendengarkan keluhan dengan tetap menghormati klien serta keluarga.
v  Berikan kesempatan pada keluarga untuk melakukan upacara keagamaan menjelang saat – saat kematian.







BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
1.   Hospice adalah perawatan pasien terminal (stadium akhir) dimana pengobatan terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi. Perawatan ini bertujuan meringankan penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien, berlandaskan pada aspek bio-psiko-sosial-spiritual.

2.   Jenis-Jenis Penyakit Terminal

Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal adalah: Penyakit-penyakit kanker, Penyakit-penyakit infeksi, Congestif Renal Falure (CRF), Stroke Multiple Sklerosis, Akibat kecelakaan fatal, AIDS.

3.   Elizabeth Kubbler Ross menggambarkan 5 tahap yang akan dilalui klien dalam menghadapi bayangan akan kematian/kehilangan yang sangat bermanfaat untuk memahami kondisi klien pada saat ini, yaitu: tahap peningkatan atau denial, tahap anger atau marah, tahap tawar menawar atau bergaining, tahap depresi, tahap acceptance atau menerima

3.2    Saran
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.








DAFTAR PUSTAKA

Ganong.1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.Jakarta:EGC.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Ed.8.Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
http://akbar-unair.blogspot.com/2009/05/paratiroid.html


0 komentar:

Posting Komentar