jumlah pengunjung blog

jumlah pengunjung blog

google translet

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Laman

Jumat, 11 Maret 2011

askep osteoporosis

Diposting oleh Amel_Lia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Osteoporosis merupakan suatu penyakit saat tulangtulang menjadi rapuh dan mudah patah akibat hilangnya sebagian kalsium dalam tulang. Osteoporosis sering juga disebut silent disease karena proses hilangnya kalsium dari tulang terjadi tanpa tanda-tanda atau gejala. Biasanya, penderita menyadari terserang osteoporosis setelah mengalami patah tulang. Biasanya, terjadi di paha, tulang belakang, dan pergelangan tangan.
Sebetulnya, bagian tulang mana pun bisa terpengaruh, tapi yang paling membutuhkan perhatian jika kerapuhan terjadi pada tulang paha dan belakang.
Gerak tubuh penderita osteoporosis atau keropos tulang sangat berbeda. Hal itu karena pengidap osteoporosis rawan sekali terhadap patah tulang. Olahraga untuk penderita osteoporosis harus dimulai dari gerakan paling ringan dan kemudian secara bertahap ditingkatkan untuk menghindari terjadinya cedera dan memungkinkan tubuh membentuk daya tahan. Peningkatan olahraga bagi penderita osteoporosis juga dilakukan lebih perlahan dibandingkan dengan orang yang memiliki tulang sehat. Hal yang tidak boleh dilupakan adalah gerakan pemanasan dan pendinginan dengan gerakan peregangan lebih lama dibandingkan mereka yang memiliki tulang sehat. Selisih waktu itu bisa mencapai 10 menit
Patah tulang paha hampir selalu membutuhkan tindakan operasi, dan dapat mengganggu kemampuan berjalan dan bahkan bisa menyebabkan cacat permanen sampai kematian. Sementara patah tulang belakang juga memiliki konsekuensi serius, seperti tubuh memendek, nyeri punggung, dan perubahan bentuk punggung..
1.2.   Tujuan
1.21. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien osteoporosis
1.2.2.   Tujuan Khusus
a.   Mahasiswa mampu memahami pengertian osteoporosis
b.   Mahasiswa mampu memahami klasifikasi osteoporosis
c.   Mahasiswa mampu memahami etiologi osteoporosis
d.   Mahasiswa mampu memahami faktor resiko osteoporosis
e.   Mahasiswa mampu memahami patofisiologi osteoporosis
f.    Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinik osteoporosis
g.   Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik osteoporosis
h.   Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan fisik osteoporosis
i.    Mahasiswa mampu memahami pencegahan osteoporosis
j.    Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan osteoporosis
k.   Mahasiswa mampu memahami dampak psikologis osteoporosis


1.3.   Manfaat
Penyusun mengharapkan makalah ini bermanfaat :
-          Bagi mahasiswa agar sebagai perawat nantinya bisa mengaplikasikan ilmu tersebut atau menerapkannya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien osteoporosis dengan baik dan benar.
-          Bagi para pembaca, sebagai bahan bacaan dan referensi.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Osteoporosis
A.  Pengertian

                                             
Osteoporosis adalah penyakit metabolik tulang yang memiliki penurunan matrix dan proses mineralisasi yang normal tetapi massa atau densitas tulang berkurang (Gallagher, 1999).Pada osteoporosis , kecepatan resorpsi tulang melebihi kecepatan pembentukan tulang, sebagai akibatnya tulang menjadi keropos secara progresif dan dapat mengalami fraktur karena faktor normal atau stres.
B.     Klasifikasi Osteoporosis
Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :
Ø  Osteoporosis primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
Ø  Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.
Ø  Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.

C. Etiologi
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan setelah menopause massa tulang. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.
Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.

  1. Faktor Resiko
1.      Usia
    • Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
2.      Genetik
    • Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
    • Seks (wanita > pria)
    • Riwayat keluarga
3.      Lingkungan, dan lainnya
    • Defisiensi kalsium
    • Aktivitas fisik kurang
    • Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
    • Merokok, alkohol
    • Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)
    • Hormonal dan penyakit kronik
§  Defisiensi estrogen, androgen
§  Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
§  Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)
    • Sifat fisik tulang
§  Densitas (massa)
§  Ukuran dan geometri
§  Mikroarsitektur
§  Komposisi
Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu,:
1.Penurunan respons protektif
    • Kelainan neuromuskular
    • Gangguan penglihatan
    • Gangguan keseimbangan
2.Peningkatan fragilitas tulang
    • Densitas massa tulang rendah
    • Hiperparatiroidisme
3.Gangguan penyediaan energi
    • Malabsorpsi
  1. Patofisiologi
. Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks
Ø   Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.
Ø  Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Ø  Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.


F.   Manifestasi Klinik
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala.Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
·   Patah tulang akibat trauma yang ringan.
·   Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
·   Gangguan otot (kaku dan lemah)
Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti :
- Tinggi badan yang makin menurun.
- Obat-obatan yang diminum.
- Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi,klimakterium.
- Jumlah kehamilan dan menyusui.
- Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
-         Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup.
- Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
- Apakah sering merokok, minum alkohol?
H.   Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
Ø   Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
Ø   Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
1.            Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score)
2.            Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.
I.                   Pencegahan
Pencegahan osteoporosi meliputi:
·   Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup
·   Melakukan olah raga dengan beban
·   Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu).
Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Akan tetapi tablet kalsium dan susu yang dikonsumsi setiap hari akhir - akhir ini menjadi perdebatan sebagai pemicu terjadi osteoporosis, berhubungan dengan teori osteoblast.Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang.
Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi risiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.
J.      Penatalaksanaan
Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik ( senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid.
Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.

K.    Dampak Psikologis
Dampak psikologsi osteoporosis menurut darmono s (2008),fraktur osteoporosis menimbulkan depresi ,ansietas, gangguan tidur,dan ketakutan akan jatuh. Beberapa penelitian menimbulkan, terdapat hubungan erat antara depresi dan osteoporosis ,sifat hubungannya timbal balik. Ketidakmampuan klien osteoporosis memilih mekanisme koping yang rasional dalam menghadapi keterbatasannya, akan memicu timbulnya depresi. Sebaliknya, semakin sering seseorang mengalami stress dan depresi, akan memicu disregulasi hormone tubuh, khususnya kortisol yang berpengaruh buruk terhadap osteophenia dan osteoporosis.
Ansietas dan gangguan tidur,termasuk masalah yang sering di jumpai pada klien osteoporosis. Ansietas bila muncul dalam bentuk berat berupa seranagan panik akut, atau kecemasan berlebihan terhadap masa depan. Gangguan tidur sering terkait dengan nyeri kronis,ansietas biasanya timbul dalam bentuk ketakutan yang berlebihan dan kadang tidak masuk akal.K lien menjadi sangat hati-hati mengurangi secara drastis kegiatan olohraganya.



2.2. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.Riwayat kesehatan
Anamnese memgang peranan penting pada evaluasi penderita osteoporosis. Kadang-kdang keluhan utama mengarahkan ke Diagnosis, misalnya fraktur kolum femoris pada osteoporosis. Faktor lain yang diperhatikan adalah umur, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan teratur dan bersifat weight bearing.

Obata-obatan yang diminum jangka panjang harus diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasida yang mengandung aluminium, sodium florida, dan bifosfonat etidronat, alkohol dan merokok juga merupakan faktor resiko terjadinya osteoporosis.Penyakti lain yang harus ditanyakan juga berhubungan d engan osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrine dan isufisiensi pankreas.

Riwayat haid, umur menarche dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi juga diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan karena ada beberapa penyakti tulang metabolik yang bersifat herediter.

b.Pengkajian psikososial
Gambaran klinik penderita dengan osteoporosis adalah wanita post menopause dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan faktor predisposisi adanya multiple fraktur karena trauma. Perawat perlu mengkaji konsep diri penderita terutama body image khususnya kepada penderita kiposis berat.

Klien mungkin membatasi onteraksi sosial sebab adanya perubahan yang tampak atau keterbatas fisik, ,tidak mampu duduk di kursi danlain-lain. Perubahan seksual bisa terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selam posisi intercoitus.

Osteoporosis bisa menyebabkan fraktur berulang maka perlu dikaji perasaan cemas dan takut bagi penderita.

c.Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah raga. Pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi dan toilet. Olah raga dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Untuk usia lanjut perlu aktivitas yang adequat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktivitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan muskoloskletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan denga nmenurunnya gerak persendian adalah agifity (kemampuan gerak cepat dan lancar menurun), stamina menurun, koordinasi menurun dan dexterity (kemampuan memanipulasi keterampilan motorik halus menurun).

2.Pemeriksaan fisik
a.Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada fungsional paru.
b.Sistem kardiovaskuler
c.Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral.
d.Sistem perkemihan
e.Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi, abdominal distance.
f.Sistem musklooskletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis seirng menunjukkan kiposis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis 3.

3.Manifestasi radiologi
a.Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebrae spinalis. Dinding depat corpus vertebral bisanya merupakan lokalisasi yang paling berat. Penipisan cortex dan hilangnya trabeculla transversal merupakankelainan yang sering didapat. Lemahnya corpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nuklieus pulposus ke dalam ruang intervertebralis dan menyebabkan deformitas mbiconcave.
b.Ct-Scan, dengan alat ini dapat diukur densitas tualgn secara kunatitatif yang mempunyai nilai penting dalam dignostik dan follow up terapi. Vertebral mineral di atas 110 mg/cm3 biasanya tidakmenimbulkan fraktur vertebrae atau penonjolan, sedangkan dibawah 65 mg/cm3 hampir semua penderita mengalami fraktur.

4.Pemeriksaan laboratorium
a.Kadar Ca., P dan alkali posfatase tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b.Kadar HPT (pada post menopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi estrogen merangsang pembentukan Ct)
c.Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorbsi CA menurun.
d.Ekskresi fosfat dan hydroksyproline terganggu sehingga meningkat kadarnya.


5.Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
2.      Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi atau terjadinya ileus (obtruksi usus)
3.      Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
4.      Resiko cedera berhubungan dengan tulang osteoporosis













Intervensi
Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
Text Box: 25
Tujuan ;
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria :
- Klien mengatakan     nyeri reda saat istirahat
-Klien dapat tenang dan istirahat yang cukup
-Klien menunjukkan berkurangnya nyeri tekan pada tempat fraktur
a.       Anjurkan klien beristirahat di tempat tidur dengan posisi terlentang atau sentaman mungkin
b.      Fleksikan lutut selama istirahat.

c.       Berikan kompres hangat dan pijatan punggung
d.      Lakukan dan awasi latihan gerak aktif / pasif

e.       Tinggikan dan dukung ekstremita yang terkea
f.       Berikan obat sebelum perawatan aktifitas

a.       Mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang terkena

b.      Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi
c.       Meningkatkan sirkulasi umum

d.      Mempertahankan kekuatan dan mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera
e.       Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan nyeri
f.       Meningkatkan relaksasi otot danpartisipasi

2. Imobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskular
Text Box: 28
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria :
- Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik
- Klien mampu mempertahankan posisi fungsional
a.       Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera


b.      Dorong partisipasi pada aktifitas terapeutik / rekreasi
c.       Intruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/aktif pada ekstremitas yang sakit dan tidak sakit
d.      Berikan papan kaki,bebat pergelangan,yang sesuai
e.       Tempatkan pada posisi terlentang periodik bila mungkin
f.       Bantu/dorong perawatan diri atau kebersihan (mandi)
a.        Pasien mngkin dibatasi oleh pandangan diri tentang keterbatasan fisik aktual dan memerlukan informasi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan
b.        Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi
c.        Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot dan mempertahankan gerak sendi
d.       Berguna dalam mempertahankan posisi fungsional ekstremitas atau tangan dan kaki
e.        Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul
f.         Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung

3. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi

Tujuan :
Klien menunjukkan pemahaman terhadap program terapi
Kriteria :
-  Klien mengkonsumsi diet kalsium dalam jumlah mencukupi
-  Klien meingkatkan tingkat latihan

g.      Kaji ulang patologi,prognosis dan harapan yang akan datang
h.      Beri penguatan metode mobilisasi dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapi fisik bila diindikasikan
i.        Buat daftar aktifitas dimana pasien bisa melakukannya sendiri atau dengan bantuan

j.        Dorong pasien untuk melakukan latihan aktif untuk sendi diatas dan dibawah fraktur
k.      Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis
g.        Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi
h.        Kerusakan lanjut dan perlambatan penyembuhan dapat terjadi karena ketidaktepatan penggunaan alat ambulasi
i.          Penyusunan aktifitas sekitar kebutuhsn yang memerlukan bantuan atau yang memerlukan bantuan
j.          Mencegah kekakuan sendi,kontraktor dan kelelahan otot
k.        Kerja sama pasien dalam program pengobatan membantu proses penyembuhan

4. Text Box: 30Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan :
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
Kriteria :
-     Bebas drainase purulen atau eritema
-    Bebas demam

a.       Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan kontinuitas
b.      Kaji sisi kulit,perhatikan keluhan peningkatan nyeri atau edema ,bau tidak enak
c.       Observasi luka untuk pembentukan bula,krepitasi,perubahan warna kulit,dan bau tidak sedap
d.      Kaji tonus otot,reflek tendon dalam dan kemampuan bicara

e.       Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerak dengan edema lokal
a.       Kerusakan jaringan dapat menyebabkan infeksi
b.      Dapat mengindikasi adanya infeksi lokal/nekrosis jaringan

c.       Tanda perkiraan infeksi gas gangren


d.      Kekuatan otot,spasme tonik otot rahang,dan disfagia menujukkan adanya tetanus
e.       Dapat mengindikasikan terjadinya osteomilitis


BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Ø          Osteoporosis adalah penyakit metabolik tulang yang memiliki penurunan matrix dan proses mineralisasi yang normal tetapi massa atau densitas tulang berkurang (Gallagher, 1999).
Ø  Klasifikasi Osteoporosis
Ø  Osteoporosis primer
Ø  Osteoporosis sekunder
Ø  Osteoporosis idiopatik
Ø  Etiologi
 Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan setelah menopause massa tulang. Massa


5.2. Saran











DAFTAR PUSTAKA

. Nurman ningsih dkk, 2009, ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL, Jakarta: Salemba Medika






0 komentar:

Posting Komentar