jumlah pengunjung blog

jumlah pengunjung blog

google translet

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Laman

Jumat, 11 Maret 2011

askep hipofungsi adrenal

Diposting oleh Amel_Lia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Hipofungsi korteks adrenal dapat disebabkan karena kerusakan primer pada kelenjar adrenal, atau sekunder akibat dari hipofungsi kelenjar hipofisis anterior, sehingga produksi hormon-hormon antara lain hormone adrenokortikotropik menurun dan menyebabkan atropi dari korteks adrenal 1,3. Penyakit Addison adalah hipofungsi kronik korteks adrenal primer akibat dari kerusakan pada korteks adrenal. Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Thomas Addison pada tahun 1855 yang menulis mengenai keluhan, gejala klinik serta kelainan dari kelenjar adrenal l,3,4 Kelenjar adrenal yang terletak di bagian atas ginjal dengan berat kurang-lebih 5 gram terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian luar yang keras berwarna kuning disebut korteks adrenal, serta bagian dalam yang lunak berwarna coklat kemerahan disebut medula.
Secara histologik korteks adrenal terdiri dari 3 lapisan :
1)    Lapisan luar adalah Zona Glomerulosa yang dirangsang oleh angiotensin II melalui sistem renin angiotensin, menghasilkan mineralokortikoid terutama aldosteron dan sedikit deoksikortikosteron. Di sini tak ada enzim 17 alfa hidroksilase sehingga tidak dapat membentuk kortisol dari 17 alfa hidroksi progesteron.
2)         Lapisan tengah Zona Fasikulata dirangsang oleh hormon adrenokortikotropik, menghasilkan terutama kortisol dan sedikit kortikosteron.
3)         Lapisan dalam Zona Retikularis dirangsang oleh, hormon adrenokortikotropik, menghasilkan androgen dan sedikit estrogen2,5,6 : Untuk membuat diagnosis penyakit Addison perlu mengetahui gejala klinik dan pemeriksaan laboratorik seperti diuraikan pada tinjauan kepustakaan.

Insidensi penyakit Addison jarang; di Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi, sedang di rumah-sakit terdapat 1 dari 6.000 penderita yang dirawat l
Dari Bagian Statistik Rumah Sakit Dr. Soetomo pada tahun 1983, masing- masing didapatkan 1 penderita penyakit Addison. Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56% dan wanita 44%1 ' 3 penyakit Addison dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak terdapat pada umur 30 — 50 tahun l,3,7.
Penyakit Addison adalah: penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormone hormone korteks adrenal (Soediman, 1996 ).
Penyakit Addison adalah: lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik, biasanya autoimun atau tuberkulosa.(Baroon, 1994).
1.2    Tujuan
1.2.1        Tujuan Umum
  Membuat asuhan keperawatan adrenal hipofungsi.
1.2.2        Tujuan Khusus
  Mengetahui Pengertian Penyakit Adrenal Hipofungsi.
  Mengetahui gejala -  gejala yang muncul pada adrenal hipofungsi
  Mengetahui penanganan adrenal hipofungsi.
1.3    Manfaat
    Mengetahui pengertian Adrenal Hipofungsi.
    Mengetahui gejala-  gejala yang muncul pada adrenal hipofungsi
    Mengetahui penanganan adrenal hipofungsi.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar
Secara anatomi, kelenjar adrenal terletak di dalam tubuh, di sisi anteriosuperior (depan-atas) ginjal. Pada manusia, kelenjar adrenal terletak sejajar dengan tulang punggung thorax ke-12 dan mendapatkan suplai darah dari arteri adrenalis.
Secara histologis, terbagi atas dua bagian yaitu medula dan korteks. Bagian medula merupakan sumber penghasil katekolamin hormon adrenalin epinefrin dan norepinefrin. Sedangkan bagian korteks menghasilkan kortisol. Sel penghasil kortisol dapat pula menghasilkan homron androgen seperti testosteron.
Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999).
Klasifikasi Disfungsi Kelenjar Adrenal :
a. Hiperfungsi kelenjar adrenal
1) Sindrom Cushing.
Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal, terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis farmakologis kortikosteroid sintetik.
2) Sindrom Adrenogenital.
Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid
3) Hiperaldosteronisme
    Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn)
Kelaianan yang disebabkan karena hipersekresi aldesteron autoimun
    Aldosteronisme sekunder
Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.
b. Hipofungsi Kelenjar Adrenal
Insufisiensi Adrenogenital :
1) Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal)
Kelainan yang terjadi karena defisiensi kortisol absolut atau relatif yang terjadi mendadak sehubungan sakit / stress.
2) Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (penyakit Addison)
Kelainan yang disebabkan karena kegagaln kerja kortikosteroid tetapi relatif lebih penting adalah defisiensi gluko dan mineralokortikoid.
3) Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder.
Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom kegagalan hipofisis anterior respon terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh karena atrofi adrenal.

2.2 Hipofungsi Adrenal
Penyakit Addison adalah hipofungsi kronik korteks adrenal primer karena kerusakan pada korteks adrenal. Penyakit ini sedikit lebih banyak didapat pada laki-laki dibanding wanita, dan terutama terjadi pada usia 30--50 tahun; penyebab terbanyak adalah proses autoimmun (78%) dan tuberkulosa (21%) sisanya oleh sebab lain. Bila terdapat dugaan penyakit Addison dengan LED tinggi, eosinofilia, IgG meningkat, dan tes ANA positif maka sangat mungkin penyebabnya adalah autoimun.
Pengakit Addison adalah: penykit yang terjadi aakibt fungsi korteks adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasienakan hormone hormone korteks adrenal (Soediman, 1996 ).
Penyakit Addison adalah: lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik, biasanya autoimun atau tuberkulosa.(Baroon, 1994)
Gejala klinik adalah hiperpigmentasi, hipotensi kelemahan badan, penurunan berat badan, kelainan gastrointestinal, gangguan elektrolit dan air, hipoglikemi puasa, hilangnya rambut ketiak dan pubis, Thorn s sign positif. Untuk diagnosis perlu diperiksa kadar kortisol, kadar ACTH, tes ACTH, tes Water Load dan elektrolit. Yang dapat dikerjakan di RS DrSoetomo Surabaya pada saat ini adalah tes.

2.3 Etiologi
Hipofungsi korteks adrenal primer dapat disebabkan oleh beberapa sebab :
  Proses autoimun
Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada 75% dari penderita. Secara histologik tidak didapatkan 3 lapis-an korteks adrenal, tampak bercak-bercak fibrosis dan infiltrasi limfosit korteks adrena 1, 9. Pada serum penderita didapatkan antibodi adrenal yang dapat diperiksa dengan cara Coons test, ANA test, serta terdapat peningkatan imunoglobulin G 10,11.
    Tuberkulosis
Kerusakan kelenjar adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari penderita 9. Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serbukan sel-sel limfosit, kadang-kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi l,3,7 Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang aktif pada organ-organ lain, misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis genito-urinari, tuberkulosis vertebrata (Pott s disease), hati, limpa serta kelenjar limpa 3.
    Infeksi lain
Penyebab kerusakan kelenjar adrenal karena infeksi yang lebih jarang ialah karena : histoplasmosis, koksidioidomikosis, serta septikemi karena kuman stafilokok atau meningokok yang sering menyebabkan perdarahan dan nekrosis 1 ,2 ,9.
    Bahan-bahan kimia
Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar adrenal dengan menghalangi biosintesis yaitu metirapon; sedang yang membloking enzim misalnya amfenon, amino- glutetimid dan O.p.D.D.D.
    Iskemia
Embolisasi dan trombosis dapat menyebabkan iskemia korteks adrenal, walaupun hal ini jarang terjadi.
    Infiltrasi
Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya metastasis tumor, sarkoidosis, penyakit amiloid dan hemokromatosis.
    Perdarahan
Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita yang mendapat pengobatan dengan antikoagulan, pasca operasi tumor adrenal 9, 12.
    Lain-lain
Akibat pengobatan radiasi, adrenalektomi bilateral dan kelainan kongenital.
2.4 Manifestasi klinik
Pigmentasi pada penyakit Addison disebabkan karena timbunan melanin pada kulit dan mukosa. Pigmentasi juga dapat terjadi pada penderita yang menggunakan kortikosteroid jangka panjang, karena timbul insufisiensi adrenal dengan akibat meningkatnya hormon adrenokortikotropik. Hormon adrenokortikotropik ini mempunyai MSH-like effect. Pada penyakit Addison terdapat peningkatan kadar beta MSH dan hormon adrenokortikotropik . Tidak didapatkan hubungan antara beratnya penyakit Addison dengan luasnya pigmentasi.
Pigmentasi ini sifatnya difus, terutama pada kulit yang mendapat tekanan (misalnya pinggang dan bahu), siku, jaringan parut, garis-garis telapak tangan dan ketiak. Pada daerah perianal, perivulva, skrotum dan areola mamma tampak lebih gelap. Pigmentasi pada mukosa sering tampak pada mukosa mulut yaitu pada bibir, gusi, lidah, faring, konjungtiva, vagina dan vulva. Pigmentasi didapatkan 100% pada penderita penyakit Addison. Thorn dan kawan-kawan melaporkan dari 158 kasus Addison seluruhnya didapatkan pigmentasi. Rowntree dan Snell melaporkan dari 108 kasus didapat 1 kasus tanpa pigmentasi. Penderita dengan kegagalan adrenokortikal sekunder karena hipopituitarisme tidak didapatkan gejala hiperpigmentasir.
    Sistim Kardiovaskuler
1)      Hipotensi
Hipotensi merupakan gejala dini dari penyakit Addison, dimana tekanan darah sistolik biasanya antara 80—100 mmHg, sedang tekanan diastolik 50—60 mmHg. Mekanisme penyebab terjadinya hipotensi ini diduga karena menurunnya salt hormon yang mempunyai efek langsung pada tonus arteriol serta akibat gangguan elektrolit. Reaksi tekanan darah terhadap perubahan sikap adalah abnormal, pada perubahan posisi dari berbaring menjadi posisi tegak maka tekanan darah akan menurun (postural hipotensi) yang menimbulkan keluhan pusing, lemah, penglihatan kabur, berdebar-debar. Hipotensi ini juga terdapat pada penderita dengan atrofi korteks adrenal dengan medula yang intak, sehingga diduga bahwa epinefrin bukan penyebab dari hipotensi ini. Tekanan darah akan kembali normal setelah pemberian garam dan desoksikortikosteron yang meningkatkan tonus vasomotor.
2)      Jantung
Ukuran jantung penderita Addison biasanya mengecil pada pemeriksaan radiologi, hal ini mungkin karena penurunan volume darah sekunder akibat kehilangan air. Bertambah besarnya ukuran jantung merupakan petunjuk berhasilnya pengobatan. Perubahan elektrokardiografi biasanya tampak tapi tak mempunyai nilai diagnostik, seringkali didapatkan voltase yang rendah, PR dan QT interval memanjang, oleh karena kelainan degeneratif organik pada otot jantung serta akibat gangguan elektrolit.
Gejala lain adalah kelemahan kontraksi otot jantung, nadi kecil dan sinkop.
Akibat hiperkalemia dapat terjadi aritmia yang dapat menyebabkan kematian mendadak.
    Kelemahan Badan
Kelemahan badan ini disebabkan karena gangguan keseimbangan air dan elektrolit serta gangguan metabolisme karbohidrat dan protein sehingga didapat kelemahan sampai paralisis otot bergaris. Di samping itu, akibat metabolisme protein, terutama pada sel-sel otot menyebabkan otot-otot bergaris atropi, bicaranya lemah. Gejala kelemahan otot ini berkurang setelah pemberian cairan, garam serta kortikosteroid. Nicholson dan Spaeth melaporkan pada beberapa penderita Addison dapat terjadi paralisis flasid yang bersifat periodik akibat hiperkalemia dimana mekanismenya belum diketahui, walaupun hal ini jarang didapatkan.
    Penurunan berat badan
         Penurunan berat badan biasanya berkisar antara 10—15 kg dalam waktu 6—12 bulan 3 . Penurunan berat badan ini karena adanya anoreksia, gangguan gastrointestinal lain, dehidrasi, serta katabolisme protein yang meningkat pada jaringan ekstrahepatik, terutama jaringan otot. Dengan pengobatan yang adekuat akan didapatkan kenaikan berat badan.

    Kelainan gastrointestinal
Kelainan gastrointestinal didapatkan pada 80% dari kasus Addison. Anoreksia biasanya merupakan gejala yang mula – mula tampak, disertai perasaan mual dan muntah, nyeri epigastrium, disfagia, konstipasi, kadang-kadang dapat timbul diare. Cairan lambung biasanya menunjukkan hipoklorhidria sampai aklorhidria. Ini karena rendahnya konsentrasi klorida dan natrium dalam darah dan jaringan, sehingga produksi asam klorida lambung menurun. Hipoklorhidria biasanya kernbali normal bila keseirnbangan elektrolit sudah diperbaiki.
    Gangguan elektrolit dan air
Penurunan hormon aldosteron menyebabkan pengeluaran natrium, klorida dan air serta retensi kalium. Sebagai akibat dari gangguan elektrolit ini terjadi dehidrasi, hemokonsentrasi dan asidosis.
    Gangguan Metabolisme Karbohidrat
Akibat proses glukoneogenesis yang menurun, penggunaan glukosa oleh jaringan yang meningkat serta gangguan absorbsi karbohidrat pada usus halus, akan terjadi hipoglikemi puasa, di mana kadar gula darah puasa. lebih rendah dari harga normal. Pada tes toleransi glukosa oral didapat kenaikan kadar gula darah yang kurang adekuat, yaitu menunjukkan kurve yang datar.
    Darah Tepi
Sel-sel darah merah dan hemoglobin sedikit menurun dengan hemokonsentrasi. Jumlah sel darah putih sedikit menurun dengan relatif limfositosis, eosinofil sedikit meningkat Perubahan gambaran darah tepi di atas karena menurunnya hidrokortison. Gambaran hematologi ini tak mempunyai arti yang khas untuk diagnostik.
    Gangguan Neurologi dan psikiatri
Manifestasi kelainan pada saraf antara lain penglihatan kabur ngantuk, yang mungkin berhubungan dengan kelemahan yang progresif, kadang-kadang penderita gelisah, mudah tersinggung serta dapat timbul psikosis. Pada elektro-ensefalogram didapat gelombang alfa lebih pelan terutama pada daerah frontalis, serta menghilangnya gelombang beta.
    Lain-lain
Cermin Dunia Kedokteran No. 39 1985. Kadang-kadang dapat terjadi gangguan menstruasi, penurunan libido, serta hilangnya rambut ketiak dan pubis. Klasifikasi tulang rawan dari daun telinga, sehingga menjadi kaku (Thorn's sign)" .

2.5 Pemeriksaan penunjang
a. Pemerisaan laboratorium
    Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan hiponatremia)
    Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia)
    Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
    Penurunan kadar kortisol serum
    Kadar kortisol plasma rendah
b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi diadrenal.
c. CT Scan. Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan dan non malignan, dan haemoragik adrenal
d. Gambaran EKG. Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit
2.6. Penatalaksanaan
a. Medik
    Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 sampai 50 mg/hari
    Hidrokortison (solu- cortef) disuntikan secara IV
    Prednison (7.5 mg/hari)dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
    Pemberian infuse dekstrosa 5%dalam larutan saline
    Fludrokortison: 0,05-0,1 mgper oral dipagi hari
b. Keperawatan
    1) _____________________________________________________________________________________________________________________________Pengukuran TTV
    Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau menyediakan waktu istirahat pasien
    Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan
    Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam
    Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis
    Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang menunjukan adanya krisis Addison
2.7. Komplikasi
    Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
    Kolaps sirkulasi
    Dehidrasi
    Hiperkalemia
    Sepsis
Krisis Addison disebabkan karena hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai dengan sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.



BAB III 
ASUHAN KEPERAWATAN 
3.1       Pengkajian
a.  Aktivitas / istirahat
Gejala  : Lelah, nyeri/ kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari, tidak mampu beraktivitas atau bekerja.
Tanda : peningkatan denyut jantung atau denyut nadi pada aktivitas yang minimal, Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi, Depresi, gangguan konsentrasi, Letargi.
b.      Sirkulasi.
Tanda  : 
    Hipotensi termasuk hipotensi postural.
    Takikardi, disritmia, suara jantung melemah
    Nadi perifer melemah
    Pengisian kapiler memanjang
    Ekstremitas dingin, sianosis, dan pucat
c. Integritas ego
Gejala     : adanya riwayat riwayat factor stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau pembedahan, Perubahan gaya hidup, Ketidak mampuan mengatasi stress
Tanda  :  Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil
d. Eliminasi
Gejala     : diare, sampai adanya konstipasi, Kram abdomen, Perubahan frekuensi dan karakteristik urin
Tanda     : Diuresis yang diikuti oliguria
e. Makanan atau cairan
Gejala  : Anoreksia berat, mual, muntah, Kekurangan zat garam, BB menurun dengan cepat.
Tanda  : Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering
f. Neurosensori
Gejala     :  Pusing, sinkope, gemetar kelemahan otot, kesemutan
Tanda     : disorientasi terhadap waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan,cemas, koma (dalam keadaan krisis)
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala     : Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstrimitas (pada keadaan krisis).
h. Pernapasan
Gejala     : Dipsnea
Tanda     : Pernapasan meningkat, takipnea, suara nafas: krekels, ronkhi pada keadaan infeksi
i. Keamanan
Gejala        : tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas
Tanda     : Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar matahari) menyeluruh atau berbintik bintik, Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis)
j. Seksualitas
Gejala  :  Adanya riwayat menopause dini, amenore , Hilangnya tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita) ,Hilangnya libido.
Pemeriksaan diagnostik.
     Kortisol plasma menurun
     ACTH meningkat (pada primer) menurun (pada sekunder)
     ADH meningkat
     Aldosteron menurun
     Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit menurun sedangkan kalium sedikit meningkat
     Glukosa; hipoglikemi
     Ureum/ keratin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi jaringan ginjal)
     Analisa gas darah: asidosis metabolic
     Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi)jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat
     Urin 24 jam : 17 kerosteroid, 17 hidroksikortikoid, dan 17 kelogenik steroid menurun
     Pemeriksaan EKG
3.2       Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron)
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia),defisiensi glukokortikoid
c. Intoleransi aktifitas b.d penurunan produksi metabolime ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa
d. Penurunan curah jantung b.d berubahnya kecepatan, irama, dan konduksi jantung (akibat dari ketidakseimbangan elektrolit)
e. Perubahan proses pikir b.d penurunan kadar natrium (hipotremia), penurunan kadar glukosa (hipoglikemia), gangguan keseimbangan asam basa
f. Gangguan harga diri b.d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
g. Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan b.d kurang pemajanan/ mengingat, keterbatasan kognitif
3.3       Rencana keperawatan
DX. 1: Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron)
Tujuan : klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setelah dilakukan tindakan
KH : - Pengeluaran urin adekuat (1cc/kgBB/jam0
- TTVdbn: N:80-100 x/mnt S: 36-37C , TD: 120/80 mmHg
- Tekanan nadi perifer jelas: kurang dari 3 det
- Turgor kulit elastis
- Pengisian kapiler baik kurang dari 3 det
- Membrane mukosa lembab
- Warna kulit tidak pucat
- Rasa haus tidak ada
- BB ideal: (TB-100)-10%(TB-100)
- Hasil lab dbn:
  Ht : W: 37-47%  ,  L: 42-52%
  Ureum: 15-40 mg/dl
  Natrium: 135-145 mEq/L
  Kalium: 3,3-5,0 mEq/ L
  Kreatinin: 0,6-1.2 mg/dl
Intervensi:
1. Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer
R/: Hipotensi postural merupakan bagian dari hipovolemia akibat kekurangan hormone aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kortisol
2. Ukur dan timbang BB klien
R/: Memberikan perkiraan kebutuhan akan pengganti volume cairan dan kefektifan pengobatan. Peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi caairan dan natrium yang berhubungnn dengan pengobatan steroid
3. Kaji pasien mengenai ada rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering. Catat warna kulit dan temperaturnya
R/: Mengidentifikasi adanya hipovolemia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti.
4. Periksa adanya perubahan status mental dan sensori.
R/: Dehidrasi berat menurunkan curah jantung berat dan perfusi jaringan terutama jaringan otak.
5. Aukultasi bising usus (peristaltic usus). Catat dan laporkan adanya mual, muntah, dan diare.
R/: Kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi
6. Berikan perawatan mulut secara teratur
R/: membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan kerusakan membrane mukosa
7. Berikan cairan oral diatas 3000cc/hari sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan klien
R/: Adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi saluran cerna tersebut memungkinkan untuk memberikan cairan dan elektrolit melalui oral
Kolaborasi
8. Berikan cairan, antara lain:
Cairan NaCl 0,9%  . R/: Mungkin membutuhkan cairan pengganti 4-6Ltr.dengan pemberian cairan NaCl 0,9% melalui Iv 500-1000ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi
Larutan glukosa     .   R/: Dapat menghilangkan hipovolemia
9. Berikan obat sesuai dosis
Kortison (ortone)atau hidrokotison (cortef) 100mg intravena setiap 6jam untuk 24jam.
R/: Dapat mengganti kekurangn kortison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung
Mineral kortikoid, fludokortison, deoksikortikosteron 25-30mg/hari peroral
R/: dimulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah mengakibatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit
10. Pasang atau pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
R/: dapat memfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun dari lambung, memberikan dekompresi lambung dan membatasi muntah
11. Pantau hasil laboratorium
Hematokrit (Ht)
R/: Peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh
Ureum atau kreatinin
R/: peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi atau tanda serangan gagal ginjal
Natrium
R/: hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan karena gangguan reabsorpsi pada tubulus ginjal

Kalium
R/: penurunan kadar aldosteron mengakibatkan penurunan natrium dan air sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia
Dx 2: Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid.
Tujuan: kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan intervensi
KH :
    Tidak ada mual muntah
    BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
    Anoreksia (-)
    Hb: W: 12-14 gr/dl ,  L: 13-16 gr/dl
    Ht: W: 37-47%  ,  L:42-52%
    Albumin: 3,5-4,7g/dl
    Globulin: 2,4-3,7g/dl
    Bising usus: 5-12x/mnt
    TTV dbn: N: 80-100x/mnt TD: 120/80mmHg
    Temperature kulit hangat
    Nyeri kepala (-)
    Kesadaran compos mentis
Intervensi:
1. Aukultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual atau muntah
R/: Kekurangan kortisol dapat menyebabkan gejala intestinal berat yang mempengaruhi pencernaan dan absorpsi dari makanan
2. Catat adanya kulit yang dingin atau basah, perubahan tingkat kesadaran, nadi yang cepat, nyeri kepal, sempoyongan
R/: Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukortikoid
3. Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari
R/: Anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metabolismr oleh kortisol terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadi malnutrisi
4. Berikan atau Bantu perawatan mulut
R/: Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan
5. Berikan lingkungan yang nyaman untuk makna contoh bebas dari bau tidak sedap, tidak terlalu ramai
R/: Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makan.
Kolaborasi
6. Pertahankan status puasa sesuai indikasi
R/: Mengistirahatkan gastrointestinal, mengurangi rasa tidak enak dan kehilangan
7. Berikan glukosa intravena dan obat obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid
R/: Memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokortikoid akan merangsang glukoneogenesis, menurunkan pengguanaan glukosa dan membantu penyimpanan glukosa sebagai glikogen
8. Pantau hasil lab seperti Hb, Ht
R/: Anemia dapat terjadi akibat deficit nutrisi atau pengenceran yang terjadi akibat retensi cairan sehubungan dengan glukokortikoid
Dx 3: Intoleransi aktivitas b.d penurunan produksi energi metabolisme, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa
Tujuan: Aktivitas klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan
KH:
    Menunjukkn peningkatan kemampuan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan tindakan
    TTV dbn : N: 80-100x/mnt RR: 16-20x/mnt , TD: 120/80 mmHg
    Kelelahan (-)
    Tidak terjadi perubahan TTV setelah melakukan aktivitas
Intervensi
1. kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktifitas yang dapat dilakukan oleh klien
R/: Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelemahan otot menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidak seimbangan natrium dan kalium
2. Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
R/: Kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai akibat dari stress, aktivitas jika curah jantung berkurang
3. Sarankan pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan melakukan aktivitas
R/: Mengurangi kelelahan dan mencegah ketegangan pada jantung
4. Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal: duduk lebih baik daripada berdiri selama melakukan aktifitas
R/: Pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan
5. Tingkatkan keterlibatan pasien dalam beraktivitas sesuai kemampuannya
R/: Menambah tingkat keyakinan pasien dan harga dirinya secara baik sesuai dengan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
Dx 4: Penurunan curah jantung b.d berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung (akibat dari ketidakseimbangan elektrolit)
Tujuan: Curah jantung klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan
KH:
    TTV dbn N: 80-100x/mnt RR:16-20x/mnt TD: 12/80 mmHg S: 36-37c
    Nadi perifer teraba dengan baik
    Pengisian kapiler kurang dari 3 det
    Hasil lab kalium darah: 3,3-5,0 mEq/L
    Disritmia (-)
    Warna kulit tidak pucat



Intervensi:
1. Pantau TTV dan catat adanya disritmia
R/: Peningkatan fungsi jantung merupakan manifestasi awal sebagai kompensasi hipovolemia dan penurunan curah jantung
2. Pantau suhu tubuh, catat bila ada perubahan yang mencolok dan tiba tiba.
R/: Hiperpireksia yang tiba tiba terjadi diikuti oleh hipotermia sebagai akibat dari ketidakseimbangan hormonal, cairan dan elektrolit yang mempengaruhi fungsi jantung dan curah jantung.
3. Kaji warna kulit, suhu, pengisian kapiler dan nadi perifer
R/: Pucat, kulit yang dingin, pengisian kapiler yang memanjang, nadi yang lambat dan lemah merupkan indikasi terjadi syok
4. Teliti adanya perubahan mental dan laporkan adanya nyeri pada abdomen daerah punggung dan kaki
R/: Perubahan mental (peka rangsang, cemas, ketakutan)merupakan cerminan dari penurunan curah jantung / serebral dan perfusi perifer atau serangan hipoglikemia
5. Tempatkan pasien pada ruangan yang tenang dan dengan kelembapan yang sesuai, tidak bising dan dibatasi aktivitas
R/: Respon normal pasien terhadap stress adalah kurang dan stimulus yang biasanya tidak menimbulkan masalah dapat berpengaruh negative pada pasien
6. Pantau adanya hipertensi, edema, krekels, BB meningkat, nyeri kepala yang hebat, peka rangsang dan bingung
R/: Efek pemberian kortikosteroid dan atau natrium dan cairan pengganti yang berlebihan dapat menyebabkan potensial kelebihan cairan dan gagal jantung
Kolaborasi
7. Berikan O2
R/: Kadar oksigen yang maksimal dapat membantu menurunkan kerja jantung
8. Pantau kalium darah
R/: Pasien cenderung mengalami hiperkalemia karena bila kadar natrium menurun (dampak sekunder pada kekurangan aldosteron), kalium tetahan oleh ginjal
Dx. 5: Perubahan proses pikir b.d hiponatremia, hipoglikemia, gangguan keseimbangan asam basa
Tujuan: Proses pikir klien kembali efektif setelah dilakukan tindakan
KH:
    Mempertahankan tingkat kesadaran mental
    Tidak mengalami cedera
    Klien dapat mengenal tempat, orang, dan waktu
    TTV dbn : N: 80-100x/mnt TD: 120/80 mmHg RR: 16-20x/mnt
    Hasil lab :Hb L: 13-16 gr/dl
    W: 12-14 gr/dl
    Ht L: 42-51%
    W: 37-47%
    Glukosa darah: 80-110 mg/dl

Intervensi:
1. Pantau TTV dan status neurologis
R/: Memberikan patokan untuk dasar perbandingan atau pengenalan terhadap temuan abnormal
2. Panggil pasien dengan namanya orientasikan pada orang, tempat, dan waktu sesuai kebutuhan
R/: Menolong mempertahankan orientasi dan menurunkan kebingungan
3. Tetapkan dan pertahankan jadwal perawatan rutin untuk memberikan waktu istirahat yang teratur
R/: Meningkatkan orientasi dan mencegah kelelahan yang berlebih
4. Sarankan pasien untuk melakukan perawatan diri sendiri sesuai dengan kemampuan dengan waktu yang cukup untuk menjalankan seluruh tugasnya
R/: Menolong pasien dalam menjaga dan memberikan sentuhan yang nyata dan mempertahankan orientasi pada lingkungan
Kolaborasi
5. Pantau hasil pemeriksaan lab mis: glukosa darah, osmolaritas serum, Hb, Ht
R/: Perubahan yang terus menerus pada mental memerlukan evaluasi lanjut
Dx 6: Gangguan harga diri b.d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
Tujuan : Harga diri klien kembali positif setelah dilakukan tindakan
KH:
    Menunjukkan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya
    Dapat beradaptasi dengan orang lain
    Dapat mengungkapkan perasaan tentang dirinya
Intervensi
1. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal: perubahan penampilan dan peran
R/: Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien
2. Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal: tehnik relaksasi, visualisasi, imaginasi
R/: Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping
3. Dorong pasien untuk membuat pilihan dan berpartisipasi dalam penampilan diri sendiri
R/: Dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri
4. Fokuskan pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan missal; menurnnya pigmentasi kulit
R/: Ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga diri pasien
5. Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan gejalanya telah berkurang
R/: Dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah dilakukan
Kolaborasi
6. Rujuk ke pelayanan social konseling, dan kelompok pendukung sesuai pendukung
R/: Pendekatan secara komprehensif dapat membantu memenuhi kebutuhan pasien untuk memelihara tingkah laku pasien
Dx 7: Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, penyakit b.d kurang pemajanan, mengingat, keterbatasan kognitif
Tujuan: Pengetahuan klien bertambah setelah dilakukan tindakan
KH:
    Klien dapat mengungkapkan pemahamannya tentang penyakit, prognosis, dan pengobatan
    Dapat mengidentifikasikan keadaan yang membuat stress
    Dapat melakukan perubahan gaya hidup
    Dapat berpartisipasi dalam pengobatan
Intervensi
1) Sarankan pasien untuk tetap menetapkan secara aktif jadwal yang teratur dalam makan, tidur dan latihan
R/: Membantu untuk meningkatkan perasaan menyenangkan, sehat dan untuk memahami bahwa aktivitas fisik yang tidak teratur dapat meningkatkan kebutuhan hormone
2) Diskusikan mengenai diet, seperti diet yang teratur diet yang tinggi karbohidrat dan tinggi protein
R/: Mencegah kehilangan BB dan menurunkan resiko timbulnya hipoglikemia
3) Tinjau ulang tentang terapi hormone pengganti dan perlunya memahami jadwal pengobatan yang tepat
R/: Membantu pasien untuk memahami situasi pengobatan yang dapat meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan
4) Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat untuk sepanjang kehidupan pasien
R/: Dengan mendiskusikan fakta fakta tersebut dapat membantu pasien untuk memasukkan perubahan perilaku yang perlu kedalam gaya hidup
5) Tekankan pentingnya menghindari sumber infeksi (batasi pengunjung, hindari kontak dengan orang yang mengalami infeksi)
R/: Suplai respon inflamasi meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan kemungkinan berkembang ke keadaan yang mengancam kehidupan pasien
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang ditetapkan dan sesuai dengan masalah prioritas pasien.
5. Evaluasi
a. Keseimbangan volume cairan dan elektrolit dapat dipertahankan
b. Kebutuhan nutrisi klien kembali adekut
c. Aktivitas klien terpenuhi secara adekuat
d. Curah jantung kembali adekuat
e. Proses pikir klien kembali adekuat
f. Harga diri klien kembali adekut
g. Pengetahuan klien bertambah























BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit Addison adalah hipofungsi kronik korteks adrenal primer karena kerusakan pada korteks adrenal. Penyakit ini sedikit lebih banyak didapat pada laki-laki dibanding wanita, dan terutama terjadi pada usia 30—50 tahun; penyebab terbanyak adalah proses autoimmun (78%) dan tuberkulosa (21%) sisanya oleh sebab lain. Bila terdapat dugaan penyakit Addison dengan LED tinggi, eosinofilia, IgG meningkat, dan tes ANA positif maka sangat mungkin penyebabnya adalah autoimun.
Gejala klinik adalah hiperpigmentasi, hipotensi kelemahan badan, penurunan berat badan, kelainan gastrointestinal, gangguan elektrolit dan air, hipoglikemi puasa, hilangnya rambut ketiak dan pubis, Thorn's sign positif. Untuk diagnosis perlu diperiksa kadar kortisol, kadar ACTH, tes ACTH, tes Water Load dan elektrolit. Yang dapat dikerjakan di RS Dr Soetomo Surabaya pada saat ini adalah tes Water Load.

4.2 Saran
Sebagai generasi penerus di bidang keperawatan kita hrus lebih memahami dan lebih mnegerti apa , mengapa dan bagaimana terjadinya adrenal hipofungsi. Agar kita bisa memberikan penanganan yang tepat kepada pasien kita kelak.














DAFTAR PUSTAKA

Paschkis KE, Rakoff AE, Cantarow A. Clinical Endocrinology.
2 nd ed. New York: Harper & Brother. 1958, pp. 323-359.

William's RH. Textbook of Endocrinology, 5 th ed. Philadelphia:
W.B. Saunders Company, 1974, pp. 233-281.

Soffer LJ Disease of the Endocrine glands, 2 nd ed. Philadelphia:
Lea & Febiger, 1958, pp. 268-315.

Swyer GIM Addison's disease, Brit Med. J. 1979; 2: 25-26.

 Guyton AC. Textbook of medical physiology. 6 th ed. Philadelphia:
W.B. Saunders Company. 1981, pp. 944-957.

0 komentar:

Posting Komentar