jumlah pengunjung blog

jumlah pengunjung blog

google translet

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Laman

Jumat, 11 Maret 2011

askep hiperfungsi kelenjar adrenal

Diposting oleh Amel_Lia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. kelenjar endokrin organ utama dari sistem endokrin adalah:
1. hipotalamus
2. kelenjar hipofisa
3. kelenjar tiroid
4. kelenjar paratiroid
5. pulau-pulau pankreas
6. kelenjar adrenal
7. buah zakar
8. indung telur

Selama kehamilan, plasenta juga bertindak sebagai suatu kelenjar endokrin.Hipotalamus melepaskan sejumlah hormon yang merangsang hipofisa. Beberapa diantaranya memicu pelepasan hormon hipofisa dan yanglainnya menekan pelepasan hormon hipofisa. Kelenjar hipofisa kadang disebut kelenjar penguasa karena hipofisa mengkoordinasikan berbagai fungsi dari kelenjar endokrin lainnya. Beberapa hormon hipofisa memiliki efek langsung, beberapa lainnya secara sederhana mengendalikan kecepatan pelepasan hormon oleh organ lainnya. Hipofisa mengendalikan kecepatan pelepasan hormonnya sendiri melalui mekanisme umpan balik, dimana kadar hormon endokrin lainnya dalam darah memberikan sinyal kepada hipofisa untuk memperlambat atau mempercepat pelepasan hormonnya. Tidak semua kelenjar endokrin berada dibawah kendali hipofisa, beberapa diantaranya memberikan respon, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap konsentrasi zat-zat di dalam darah. Sel-sel penghasil insulin pada pankreas memberikan respon terhadap gula dan asam lemak sel-sel paratiroid memberikan respon terhadap kalsium dan fosfat medulla adrenal (bagian dari kelenjar adrenal) memberikan respon terhadap perangsangan langsung dari sistem saraf parasimpatis.Banyak organ yang melepaskan hormon atau zat yang mirip hormon, tetapi biasanya tidak disebut sebagai bagian dari sistem endokrin. Beberapa organ ini menghasilkan zat-zat yang hanya beraksi di tempat pelepasannya, sedangkan yang lainnya tidak melepaskan produknya ke dalam aliran darah.

1.2  Tujuan
§  Untuk mengetahui lebih dalam mengenai penyakit  yang berhubungan dengan hormon.
§  Untuk mengetahui keperawatan untuk pasien dengan ganguan adrenal hiperfungsi.
§  Untuk mengetahui dan mengerti masalah yang diakibatkan oleh hiperfungsi adrenal.
1.3    Manfaat
§  Agar mahasiswa dapat mengathui manifestasi klinisnya   penyakit yang berhubungan dengan  hormon.
§  Agar mahasiswa dapat mengathui dan mengaplikasikan dalam keperawatan yang berhubungan dengan hormon.
§  Agar mahasiswa dapat mengerti masalah yang ditimbulkan akibat kelebihan  hormon adrenal.









BAB II
LANDASAN TEORI

A.     Anatomi Fisiologi
Kelenjar supraneralis jumlahnya ada 2, terdapat pada bagian atas dari ginjal kiri dan kanan. Ukurannya berbeda-beda, beratnya rata-rata 5-9 gram.
Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari :
1.   Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam
2.   Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
3.   Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid
Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :
1.   Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla adrenal aka menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi.
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.
2.   Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon :
a.       Glukokortikoid
Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa ; peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoiddisekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protei menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.
b.       Mineralokortikoid
Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang cederung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatuk keseimbangan natrim jangka panjang.
c.       Hormon-hormon seksAdrenal (Androgen)
Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.

       1      Steroid

Sel-sel korteks adrenal dapat menyintesis kolestrol dan juga mengambilnya dari sirkulasi. Kolestrol diubah menjadi 5-Pregnenolon yang merupakan bahan dasar semua kortikosteroid. Banyak steroid telah diisolasi dari korteks adrenal tetapi ada 3 yang paling penting :
a.    Kortisol (hidrokortison)
Disekresi setiap hari, umumnya berasal dari zona fasikulata (lapisan tengah) dan zona retikularis (lapisan dalam)
b.   Dehidro epi androsteron (DHEA)
Disekresi oleh lapisan yang sama dan kira-kira dalam jumlah yang sama dengan kortisol
c.    Aldesteron
Disekresi oleh zona glomerulosa (lapisa luar) yang juga memproduksi beberapa jenis kortikosteroid lain dan sedikit testosteron dan estrogen

       2      Pengontrolan Sekresi Kortikosteroid

        Sekresi kortisol diatur oleh 3 sistem yang bekerja secara serempak :

a.       Penglepasan kortisol berlangsung bergelombang menyebabkan adanya ritme diurnal sekresi kortisol sehingga terjadi kadar plasma maksimal pada jam 06.00 dan menurun sampai kira-kira setengah maksimum pada jam 22.00. Ritme intrinsic ini diatur dari otak yang dicetuskan oleh cahaya melalui hipotalamus oleh ACTH.
b.       Adanya respon terhadap stress mental dan fisis, juga melalui kortikotropin releasing factor dan ACTH
c.       Adanya mekanisme umpan balik dengan pengaturan sekresi ACTH oleh kortisol (dan oleh glukokortikoid sintetik). Sedangkan produk steroid lain dari korteks adrenal tidak mempunyai efek ini.
B.      Konsep Dasar
1.   Pengertian
         Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999)
Klasifikasi Disfungsi Kelenjar Adrenal
                A. Hiperfungsi kelenjar adrenal
1)   Sindrom Cushing
Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal, terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis farmakologis kortikosteroid sintetik
2)   Sindrom Adrenogenital
Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu atau beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid
3)   Hiperaldosteronisme
a)Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn)
Kelaianan yang disebabkan karena hipersekresi aldesteron autoimun
b)             Aldosteronisme sekunder
Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.
               
                B.   Hipofungsi Kelenjar Adrenal
      Insufisiensi Adrenogenital :
                      1)      Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal)
Kelainan yang terjadi karena defisiensi kortisol absolut atau relatif yang terjadi mendadak sehubungan sakit / stress.
                      2)      Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (penyakit Addison)
Kelainan yang disebabkan karena kegagaln kerja kortikosteroid tetapi relatif lebih penting adalah defisiensi gluko dan mineralokortikoid.
                      3)      Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder
Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom kegagalan hipofisis anterior respon terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh karena atrofi adrenal.





















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DISFUNGSI KELENJAR ADRENAL  SINDROM CUSHING

1.   Pengertian
Sindrom Cushing adalah keadan klinik yang terjadi akibat dari paparan terhadap glukokortikoid sirkulasi dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu yang lama. (Green Span, 1998).
Penyakit Cushing didefinisikan sebagai bentuk spesifik tumor hipofisis yang berhubungan sekresi ACTH hipofisis berlebihan. Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu :
      a.    Penyakit Cushing
Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira 70 % dari kasus yang dilaporkan. Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita : pria) dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
      b.   Hipersekresi ACTH Ektopik
Kelainan ini berjumlah sekitar 15 % dari seluruh kasus Sindroma Cushing. Sekresi ACTH ektopik paling sering terjadi akigat karsinoma small cell di paru-paru; tumor ini menjadi penyebab pada 50 % kasus sindroma ini tersebut. Sindroma ACTH ektopik lebih sering pada laki-laki. Rasio wanita : pria adalah 1:3 dan insiden tertinggi pada umur 40-60 tahun.
      c.    Tumor-tumor Adrenal Primer
Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17-19 % kasus-kasus Sindroma Cushing. Adenoma-adenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada wanita. Karsinoma-karsinoma adrenokortikal yang menyebabkan kortisol berlebih juga lebih sering terjadi pada wanita; tetapi bila kita menghitung semua tipe, maka insidens keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki. Usia rata-rata pada saat diagnosis dibuat adalah 38 tahun, 75 % kasus terjadi pada orang dewasa.
      d.   Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak
Dindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda. Karsinoma adrenal merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51 %), adenoma adrenal terdapat sebanyak 14 %. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada usia 1 dan 8 tahun. Penyakit Cushing lebih sering terjadi pada populasi dewasadan berjumlah sekitar 35 % kasus, sebagian besar penderita-penderita tersebut berusia lebih dari 10 tahun pada saat diagnosis dibuat, insidens jenis kelamin adalah sama.

2.   Etiologi
a.      Glukokortikoid yang berlebih
b.      Aktifitas korteks adrenal yang berlebih
c.      Hiperplasia korteks adrenal
d.     Pemberian kortikosteroid yang berlebih
e.      Sekresi steroid adrenokortikal yang berlebih terutama kortisol
f.       Tumor-tumor non hipofisis
g.      Adenoma hipofisis
h.      Tumor adrenal
















3.   Patofisiologi
Adenoma Hipofisis Tumor adrenal Tumor-tumor non hipofisis Hiperplasia kortek

 
Adrenal
Hipersekresi ACTH
Sekresi kortisol ­
Glukokortikoit ­
Hiperglikemia Fungsi korteks adrenal tidak efektif
§ DM Kortisol menghilang
§ Kesembuhan luka-luka ringan yang lambat
Katabolisme protein ­
Peningkatan aktifitas
-Badan kurus mineralkortikoid
- kulit tipis, rapuh, mudah luka – Hipertensi
- Osteoporosis
- Natrium & air
- Edema

4.   Manifestasi Klinik

a.       Amenorea
b.      Nyeri punggung
c.       Kelemahan otot
d.      Moonface
e.       Nyeri kepal
f.       Hiperpigmentasi
g.      Luka sukar sembuh
h.       Edema pada ekstremitas
i.        Penipisan kulit
j.        Hipertensi
k.      Petechie
l.        Miopati
m.    Ekimosis
n.      Osteoporosis

o.      Striae
p.      Pembesaran klitoris
q.      Hirsutisme (pertumbuhan bulu diwajah)
r.        Obesitas
s.       Punuk kerbau pada posterior leher
t.        Hipokalemia
u.      Psikosis
v.       Retensi natrium
w.    Depresi
x.      Perubahan emosi
y.      Jerawat
z.       Penurunan konsentrasi


5.   Pemeriksaan Penunjang
a.    Tes supresi dexamethason
1) Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing tersebut, apakah hipofisis atau adrenal
2)   Untuk menentukan kadar kortisol
Pada pagi hari lonjakan kortisol akan ditekan : Steroid <5 style=""> à Normal
Pada pagi hari sekresi kortisol tidak ditekan : Steroid >10 uL /dl à Sindrom Cushing
b.   Kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam:
Untuk memeriksa kadar 17- hidroksikortikosteroid serta 17- kortikosteroid, yang merupakan metabolic kortisol dan androgen dalam urin.
Kadar metabolic dan kortisol plasma meningkat à Sindrom Cushing
c.    Stimulasi CRF (Corticotrophin-Releasing Faktor)
Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH sebagai penyebab.
d.   Pemeriksaan Radioimmunoassay ACTH Plasma
Untuk mengenali penyebab Sindrom Cushing
e.    CT, USG, dan MRI
Dapat dilakukan untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal.




6.   Penatalaksanaan
a.       Terapi Operatif
·         Hipofisektomi Transfenoidalis Operasi pengangkatan tumor pada kelenjar hipofisis
·         Adrenalektomi à terapi pilihan bagi pasien dengan hipertrofi adrenal primer
b.       Terapi Medis
Preparat penyekot enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethimide, mitotane, ketokonazol) digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas.
c.       Keperawatan

7.   Komplikasi
a.    Diabetes Militus
b.    Hipertensi
c.    Osteoporosis

v  Pengkajian

a)       Data Biografi : nama, usia, jenis kelamin
b)      Riwayat Kesehatan Sekarang
                   1)   Data subjektif
§ Amenorea
§ Nyeri punggung
§ Mudah lelah / kelemahan otot
§ Sakit kepala
§ Luka sukar sembuh
                   2) Data objektif
                         a)   Integumen
-          Penipisan
-          Kulit Striae
-          Petechie
-          Hirsutisme (pertumbuhan bulu bulu wajah)
-          Ekimosis
-          Edema pada ekstremitas
-          Jerawat
-          Hiperpigmentasi
-          Moonface
-          Punuk kerbau (buffalo hump) pada posterior leher
                         b)   Kardiovaskuler
                               Hipertensi
                         c)   Muskuloskeletal
§ Kelemahan otot
§ Miopati
§ Osteoporosis
                         d)   Reproduktif
                               Pembesaran klitoris
e)       Makanan dan cairan
      § Obesitas
      § Hipokalemia
      § Retensi natrim
f)       Psikiatrik
      § Perubahan emosi
      § Psikosis
      § Depresi
      § Penurunan konsentrasi
                         g)   Pembelajaran
Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis dan pengobatannya




v  Diagnosa Keperawatan
1)      Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
2)      Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
3)      Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
4)      Resiko cidera b.d kelemahan
5)      Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan kulit
6)      Gangguan body image b.d perubahan integumen, perubahan fungsi sexual
7)      Perubahan proses piker b.d sekresi kortisol berlebih
8)      Defisit perawatan diri b.d penurunan masa otot
9)      Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai pengobatan, proses penyakit dan perawatan

v  Intervensi Keperawatan
Dx 1. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
Tujuan  :  Klien menunjukkan keseimbangan volume cairan setelah dilakukan
                tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : - TD : 100/60 – 120/80 mmHg
                          - N : 60 – 100 x/mnt
                          - RR : 16 – 24 x/mnt
                          - Edema (-)
                          - Intake output seimbang
                          - BB dalam batas normal
                          - Hasil lab :    Na: 138-145 mEq
                                                K : 3,4-4,7 mEq
                                                Cl: 98-106 mEq

Ø  Intervensi      :
1)   Ukur intake output
      R/ Menunjukkan status volume sirkulasi terjadinya perpindahan cairan dan respon terhadap nyeri
2)   Hindari intake cairan berlebih ketika pasien hipernatremia
      R/ Memberikan beberapa rasa kontrol dalam menghadapi upaya pembatasan
3)   Ukur TTV (TD, N, RR) setiap 2 jam
      R/ TD meningkat, nadi menurun dan RR meningkat menunjukkan kelebihan cairan
4)   Timbang BB klien
      R/ Perubahan pada berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan
5)   Monitor ECG untuk abnormalitas (ketidakseimbangan elektrolit)
      R/ Hipernatremi dan hipokalemi menunjukkan indikasi kelebihan cairan
6)   Lakukan alih baring setiap 2 jam
      R/ Alih baring dapat memperbaiki metabolisme
7)   Kolaborasi hasil lab (elektrolit : Na, K, Cl)
      R/ Menunjukkan retensi cairan dan harus dibatasi
8)   Kolaborasi dalam pemberian tinggi protein, tinggi potassium dan rendah sodium
      R/ Menurunkan retensi cairaN
Dx 2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
Tujuan :   Klien menunjukkan aktifitaskembali normal setelah dilakukan tinda-
                kan keperawatan
Kriteria Hasil    : - Menunjukkan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas
                            - Kelemahan (-)
                            - Kelelahan (-)
                            - TTV dbn saat / setelah melakukan aktifitas
                            - TD : 120/80 mmHg
                            - N : 60-100 x/mnt
                            - RR : 16-20 x/mnt
Intervensi :
1)   Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
      R/ Mengetahui tingkat perkembangan klien dalam melakukan aktivitas
2)   Tingkatkan tirah baring / duduk
      R/ Periode istirahat merupakan tehnik penghematan energi
3)   Catat adanya respon terhadap aktivitas seperti :takikardi, dispnea, fatique
      R/ Respon tersebut menunjukkan peningkatan O2, kelelahan dan kelemahan
4)   Tingkatkan keterlibatan pasien dalam beraktivitas sesuai kemampuannya
      R/ Menambah tingkat keyakinan pasien dan harga dirinya secar baik sesuai dengan tingkat aktivitas yang ditoleransi
5)   Berikan bantuan aktivitas sesuai dengan kebutuhan
      R/ Memenuhi kebutuhan aktivitas klien
6)   Berikan aktivitas hiburan yang tepat seperti : menonton TV dan mendengarkan radio 
      R/ Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan meningkatkan koping
Dx 3. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
             Tujuan  :  Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi
             Kriteria Hasil :           
Ø  Tanda-tanda infeksi (tumor, calor, dolor, rubor, fungsio laesa) tidak ada
Ø  Suhu normal : 36,5-37,1 C
Ø  Hasil lab : Leukosit : 5000-10.000 gr/dL


             Intervensi :
1)   Kaji tanda-tanda infeksi
      R/ Adanya tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, calor, fungsio laesa) merupakan indicator adanya infeksi
2)   Ukur TTV setiap 8 jam
      R/ Suhu yang meningkat merupan indicator adanya infeksi
3)   Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
      R/ Mencegah timbulnya infeksi silang
4)   Batasi pengunjung sesuai indikasi
      R/ Mengurangi pemajanan terhadap patogen infeksi lain
5)   Tempatkan klien pada ruang isolasi sesuai indikasi
      R/ Tehnik isolasi mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran / melindungi pasien dari proses infeksi lain
      Kolaborasi
6)   Pemberian antibiotik sesuai indikasi
      R/ Terapi antibiotik untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial
7)   Pemeriksaan lab (Leukosit)
      R/ Leukosit meningkat indikasi terjadinya infeksi
Dx 4. Resiko cedera b.d kelemahan
             Tujuan : Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi
             Kriteria Hasil :           - Cedera jaringan lunak (-)
                                                - Fraktur (-)
                                                - Ekimosis (-)
                                                - Kelemahan (-)
             Intervensi :
1)   Ciptakan lingkungan yang protektif / aman
      R/ Lingkungan yang protektif dapat mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang dan jaringan lunak
2)   Bantu klien saat ambulansi
      R/ Kondisi yang lemah sangat beresiko terjatuh / terbentur sat ambulasi
3)   Berikan penghalang tempat tidur / tempat tidur dengan posisi yang rendah
R/ Menurunkan kemungkinan adanya trauma
4)   Anjurkan kepada klien untuk istirahat secara adekuat dengan aktivitas yang sedang
      R/ Memudahkan proses penyembuhan
5)   Anjurkan klien untuk diet tinggi protein, kalsium dan vitamin D
      R/ Untuk meminimalkan pengurangan massa otot
6)   Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti sedative
      R/ Dapat meningkatkan istirahat
Dx 5. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan kulit
Tujuan : Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : - Penipisan kulit (-)
- Petechie (-)
- Ekimosis (-)
- Edema pada ekstremitas (-)
- Keadaan kulit baik dan utuh
- Striae (-)
Intervensi :
1)   Kaji ulang keadaan kulit klien
      R/ Mengetahui kelaianan / perubahan kulit serta untuk menentukan intervensi selanjutnya
2)   Ubah posisi klien tiap 2 jam
      R/ Meminimalkan / mengurangi tekanan yang berlebihan didaerah yang menonjol serta melancarkan sirkulasi
3)   Hindari penggunaan plester
      R/ Penggunaan plester dapat menimbulkan iritasi dan luka pada kulit yang rapuh
4)   Berikan lotion non alergik dan bantalan pada tonjolan tulang dan kulit
      R/ dapat mengurangi lecet dan iritasi
Dx 6. Gangguan body image b.d perubahan integumen, perubahan fungsi sexual
Tujuan : Klien menunjukkan gambaran diri yang positif setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria Hasil    : - Klien dapat mengekspresikan perasaanya terhadap perubahan  penampilannya
- Klien dapat mengutarakan perasaannya tentang perubahan sexual
- Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala yang terjadi selama  pengobatan
- Klien dapat melakukan personal hygine setiap hari


Intervensi :
1)   Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan klien mengenai perubahan body image yang dialami
      R/ Lingkungan yang kondusif dapat memudahkan klien untuk mengungkapkan perasaannya
2)   Beri penguatan terhadap mekanisme koping yang positif
      R/ Membantu klien dalam meningkatkan dan mempertahankan kontrol dan membantu mengembangkan harga diri klien
3)   Berikan informasi pada klien mengenai gejala yang berhubungan dengan pengobatan
      R/ Dengan diberikan penjelasan tersebut, klien dapat menerima perubahan pada dirinya
4)   Diskusikan dengan klien tentang perasaan klien karena perubahan tersebut
      R/ Mendiagnosa perubahan konsep diri didasarkan pada pengetahuan dan persepsi klien
5)   Jaga privacy klien
      R/ Meningkatkan harga diri klien
6)   Beri dukungan pada klien dan jadilah pendengar yang baik
      R/ Memberikan dukungan dapat memotivasi klien untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar
7)   Kolaborasi dengan ahli psikolog
      R/ Pasien mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang ketidakmampuan
Dx. 7 Perubahan proses pikir berhubungan dengan sekresi cortisol berlebih.
Tujuan : Klien menunjukkan Tidak terjadi perubahan proses pikir.
Kriteria Hasil :     - Klien mempraktekkan teknik relaksasi.
                            - Klien mendiskusikan perasaannya dengan mudah.
                            - Klien dapat berorientasi terhadap lingkungan.
Intervensi :
1)   Orientasikan pada tempat, orang dan waktui.
R/ Dapat memolong mempertahankan orientasi dan menurunkan kebingungan.
2)    Tetapkan jadwal perawatan rutin untuk memberikan waktu istirahat yang teratur.
      R/ Menaikkan orientasi dan mencegah kelelahan yang berlebihan.
3)   Anjurkan klien untuk melakukan perawatan diri sendiri sesuai kemampuan.
      R/ Mempertahankan orientasi pada lingkungan.
4)   Ajarkan teknik relaksasi.
      R/ Teknik relaksasi dapat mempengaruhi proses pikir, sehingga klien dapat lebih tenang.
5)   Berikan tindakan yang stabil, terang dan tidak menimbulkan stress.
      R/ Tindakan yang stabil, tenang dan tidak menimbulkan stress memperbaiki proses pikir.
Dx. 8 Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan masa otot
Tujuan : Klien menunjukkan perawatan diri yang maksimal.
Kriteria Hasil : - Kelemahan (-)
                         - Keletihan (-)
                         - Klien ikut serta dalam aktivitas perawatan diri.
                         - Klien mengalami peningkatan dalam perawatan diri.
                         - Klien bebas dari komplikasi imobilitas.
Intervensi :
1)   Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
      R/ Dapat mengetahui kemampuan klien dan memudahkan intervensi selanjutnya.
2)   Bantu klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
      R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.
3)   Libatkan keluarga dalam aktivitas perawatan diri klien.
      R/ Keluarga merupakan orang terdekat dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.
4)   Rencanakan aktivitas dan latihan klien.
      R/ Istirahat klien tidak terganggu dengan adanya aktivitas dan latihan yang terencana.
5)    Berikan dorongan untuk melakukan perawatan diri kepada klien dan atur aktivitasnya.
      R/ Dapat mencegah komplikasi imobilitas.
6)   Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
      R/ Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat menaikan istirahat dan tidur.
Dx. 9 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai pengobatan, proses penyakit dan perawatan.
Tujuan : Pengetahuan klien bertambah.
Kriteria Hasil :        - Klien mengatakan pemahaman penyebab masalah.
                               - Klien mendemonstrasikan pemahaman tentang pengertian, etiologi, tanda dan gejala serta perawatannya.
                               - Klien mau berpartisipasi dalam proses belajar.
Intervensi :
1)   Kaji pengetahuan klien tentang etiologi, tanda dan gejala serta perawatan.
      R/ Membuat data dasar dan mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi.
2)   Identifikasi data dasar / gejala harus dilaporkan dengan segera pada pemberi pelayanan kesehatan.
      R/ Evaluasi dan intervensi yang segera dapat mencegah terjadinya komplikasi.
3)   Berikan informasi tentang perawatan pada klien dengan sindrom cushing.
      R/ Mempermudah dalam melakukan intervensi dan menaikan pengetahuan klien.
4)   Berikan perlindungan (isolasi) bila diindikasikan.
      R/ Teknik isolasi mungkin diperlukan unutk mencegah penyebaran / melindungi pasien dari proses infeksi lain.
Kolaborasi.
5)   Pemberian antibiotik sesuai indikasi.
      R/ Therapi antibiotik untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial.
6)   Pemeriksaan lab (leukosit)
      R/ Leukosit yang meningkat indikasi terjadinya infeksi.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai intervensi yang disesuaikan dengan kondisi klien.
5. Evaluasi
a. Kebutuhan volume cairan kembali adekuat.
b. Klien toleransi terhadap aktivitas.
c. Infeksi tidak terjadi.
d. Cedera tidak terjadi.
e. Integritas kulit klien kembali normal.
f. Body image klien kembali bertambah.
g. Proses pikir klien kembali normal.
h. Klien menunjukkan perawatan diri yang maksimal.
i. Pengetahuan klien bertambah

BAB IV
PENUTUP
4.1    Kesimpulan
Ø  Fungsi utamanya kelenjar endokrin adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah
Ø  Organ utama dari sistem kelenjar endokrin adalah:
1.      hipotalamus
2.      kelenjar hipofisa
3.      kelenjar tiroid
4.      kelenjar paratiroid
5.      pulau-pulau pankreas
6.      kelenjar adrenal
7.      buah zakar
Ø  Kelenjar supraneralis jumlahnya ada 2, terdapat pada bagian atas dari ginjal kiri dan kanan. Ukurannya berbeda-beda, beratnya rata-rata 5-9 gram.
1.      Medula Adrenal
2.      Korteks Adrenal
Ø  Sel-sel korteks adrenal dapat menyintesis kolestrol dan juga mengambilnya dari sirkulasi
Ø  Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999)
1.      Hiperfungsi kelenjar adrenal
·         Sindrom Cushing
·         Sindrom Adrenogenital
·         Hiperaldosteronisme
2.      Hipofungsi Kelenjar Adrenal
·         Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal)
·         Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder
·         Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (penyakit Addison)

Ø  Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Disfungsi Kelenjar Adrenal  Sindrom Cushing
Sindrom Cushing adalah keadan klinik yang terjadi akibat dari paparan terhadap glukokortikoid sirkulasi dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu yang lama. (Green Span, 1998)
Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira 70 % dari kasus yang dilaporkan. Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita : pria) dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
4.2    Saran
·        Diharapkan Mahasiswa dapat menerapkan apa yang di dapat  dan  mengaplikasikannya.
·        Diharapkan  Mahasiswa dapat mengintegrasikan teori/pengetahuan yang telah di dapatkan dengan keterampilan dasar profesional
·        Diharapkan  Mahasiswa dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada Sindrom cushing.
·        Diharapkan Mahasiswa Keperawatan Mampu Menolong Dan Membantu Pasien Dengan Penyakit Sindrom cushing.





















DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn,E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.
Corwin, Elizabeth,J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC.
Muda Ahmad A.K, 2003. KAMUS LENGKAP KEDOKTERAN. Gitamedia Press; Surabaya.
http://id.Wikipedia.com




1 komentar:

Unknown mengatakan...

terimakasih karya dan ilmunya

Posting Komentar