jumlah pengunjung blog

jumlah pengunjung blog

google translet

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Laman

Jumat, 11 Maret 2011

askep hipoparatiroid

Diposting oleh Amel_Lia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Selama sekresi hormone paratiroid (PTH), kelenjar paratiroid bertanggung jawab mempertahankan kadar kalsium ekstraseluler. Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005)
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.

1.2.      Tujuan
1.21.    Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien gangguan kelenjar paratiroid
1.2.2.   Tujuan Khusus
a.   Mahasiswa mampu memahami pengertian hipoparatiroid
b.   Mahasiswa mampu memahami etiologi hipoparatiroid
c.   Mahasiswa mampu memahami patofisiologi hipoparatiroid
d.   Mahasiswa mampu memahamimanifestasi klinik hipoparatiroid
e.   Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik hipoparatiroid
f.    Mahasiswa mampu memahami komplikasi hipoparatiroid
g.   Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan hipoparatiroid
h.   Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan  hipoparatiroid


























BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Anatomi Fisiologi Kelenjar Paratiroid
1. Anatomi Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi, jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.
2. Fisiologi Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)

2.2.      Hipoparatiroidisme
a. Pengertian
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui. (www.endocrine.com)
b. Etiologi
Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat pada anak-anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari hipoparatiroidisme:
1.   Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
Ø  Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.
Ø  Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat

2.   Hipomagnesemia.
3.   Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.
4.   Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
c. Patofisiologi
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%).
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.
d.   Manifestasi Klinik
Hipokalsemia menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus.
Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontraksi spasmodik atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa, kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata, tanda-tanda mencakup bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas, depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi. (Brunner & Suddath, 2001)
e.   Pemeriksaan Diagnostik
Tetanus laten ditunjukan oleh tanda trousseau atau tanda Chvostek yang positif. Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan akibat penyumabtan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter. Tanda Chvostek menujukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara tiba-tiba didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar parotis dan disebelah anterior telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.
Diagnosa sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas seperti rasa nyeri dan pegal-pegal, oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium akan membantu. Biasanya hasil laboratorium yang ditunjukkan, yaitu:
1.   Kalsium serum rendah. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar dari 5-6 mg/dl (1,2 - 1,5mmol/L) atau lebih rendah lagi.
2.   Fosfat anorganik dalam serum tinggi
3.   Fosfatase alkali normal atau rendah
4.   Foto Rontgen:
Ø  Sering terdapat kalsifikasi yang bilateral pada ganglion basalis di tengkorak
Ø  Kadang-kadang terdapat pula kalsifikasi di serebellum dan pleksus koroid
5.   Density dari tulang bisa bertambah
6.   EKG: biasanya QT-interval lebih panjang
f.    Komplikasi
Ø  Kalsium serum menurun
Ø  Fosfat serum meninggi
g.   Penatalaksanaan
Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl ( 2,2-2,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan iritabilitas neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti pentobarbital dapat dapat diberikan.
Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon memerlukan pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami gangguan pernafasan.
Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium serum diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak laut. Tablet oral garam kalsium seperti kalsium glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet. Gel alumunium karbonat (Gelusil, Amphojel) diberikan sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya lewat traktus gastrointestinal.
Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3) biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.

2.3.        Asuhan Keperawatan  Hipoparatiroidisme
a.   Pengkajian
Dalam pengkajian klien dengan hipoparatiroidisme yang penting adalah mengkaji manifestasi distres pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering. Kaji juga terhadap sindrom seperti Parkinson atau adanya katarak. Pengkajian keperawatan lainnya mencakup :
Ø  Riwayat kesehatan klien.
1.   Sejak kapan klien menderita penyakit.
2.   Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.
3.   Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya pengangkatan kelenjar paratiroid atau tiroid.
4.   Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher.
Ø  Keluhan utama, antara lain :
1.   Kelainan bentuk tulang.
2.   Perdarahan sulit berhenti.
3.   Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.
Ø  Pemeriksaan fisik yang mencakup :
1.   Kelainan bentuk tulang.
2.   Tetani.
3.   Tanda Trosseaus dan Chovsteks.
4.   Pernapasan bunyi
5.   Rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan mudah patah; kulit kering dan kasar.
Ø  Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
1.   Pemeriksaan kadar kalsium serum.
2.   Pemeriksaan radiologi.
b.   Diagnosa Keperawatan
1) Masalah kolaboratif : tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum.
2) Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.
c.   Rencana Tindakan Keperawatan
1)   Masalah Kolaboratif : Tetani otot yang berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum.
      Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang dibuktikan oleh kadar kalsium kembali ke batas normal, frekuensi pernapasan normal, dan gas-gas darah dalam batas normal.
Intervensi Keperawatan :
1.   Saat merawat klien dengan hipoparatiroidisme hebat, selalu waspadalah terhadap spasme laring dan obstruksi pernapasan. Siapkan selalu set selang endotrakeal, laringoskop, dan trakeostomi saat merawat klien dengan tetani akut.
2.   Jika klien berisiko terhadap hipokalsemia mendadak, seperti setelah tiroidektomi, selalu disiapkan cairan infus kalsium karbonat di dekat tempat tidur klien untuk segera digunakan jika diperlukan.
3.   Jika selang infus harus dilepas, biasanya hanya diklem dulu untuk beberapa waktu sehingga selalu tersedia akses vena yang cepat.
4.   Jika tersedia biasanya klien diberikan sumber siap pakai kalsium karbonat seperti Tums.
2)   Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik (individual) yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.
Tujuan : Klien akan mengerti tentang diet dan medikasinya, seperti yang dibuktikan oleh pernyataan klien dan kemampuan klien untuk mengikuti regimen diet dan terapi.
Intervensi Keperawatan :
1.   Penyuluhan kesehatan untuk klien dengan hipoparatiroidisme kronis sangat penting karena klien akan membutuhkan medikasi dan modifikasi diet sepanjang hidupnya.
2.   Saat memberikan penyuluhan kesehatan tentang semua obat-obat yang harus digunakan di rumah, pastikan klien mengetahui bahwa semua bentuk vitamin D, kecuali dehidroksikolelalsiferol, diasimilasi dengan lambat dalam tubuh. Oleh karenanya akan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk melihat hasilnya.
3.   Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium namun rendah fosfor. Ingatkan klien untuk menyingkirkan keju dan produk susu dari dietnya, karena makanan ini mengandung fosfor.
4.   Tekankan pentingnya perawatan medis sepanjang hidup bagi klien hopiparatiroidisme kronis. Instruksikan klien untuk memeriksakan kadar kalsium serum sedikitnya tiga kali setahun. Kadar kalsium serum harus dipertahankan normal untuk mencegah komplikasi. Jika terjadi hiperkalsemia atau hipokalsemia, dokter harus menyesuaikan regimen terapeutik untuk memperbaiki ketidakseimbangan.


























BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Salah satu penanganan pada penderita hiperparatiroidisme yaitu dengan cara pengangkatan jaringan paratiroid, namun terkadang jaringan yang diangkat terlalu banyak sehingga menyebabkan hipoparatiroid. Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui. Jadi kedua penyakit diatas memiliki keterkaitan yang dapat saling mempengaruhi.

3.2    Saran
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.











DAFTAR PUSTAKA

Ganong.1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.Jakarta:EGC.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Ed.8.Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
http://akbar-unair.blogspot.com/2009/05/paratiroid.html

0 komentar:

Posting Komentar